Home Top Ad

Responsive Ads Here

Search This Blog

Sepulang dari tugas kantor di luar kota selama satu minggu, saya tepar selama dua hari di rumah. Badan rasanya kaku, kepala lumayan berat, ...

Alhamdulillah… (Akhirnya)

Sepulang dari tugas kantor di luar kota selama satu minggu, saya tepar selama dua hari di rumah. Badan rasanya kaku, kepala lumayan berat, dan sejak seminggu sebelumnya saya mengalami flek-flek ringan seperti yang beberapa kali saya alami sebelum menstruasi tiba. Karena periode tak kunjung datang, iseng, saya minta suami yang saat itu sedang ada di rumah untuk membelikan test pack.

Suami ternyata tidak hanya membelikan 1, melainkan 3 test pack sekaligus, dengan bonus 10 strip fertitest untuk deteksi masa subur :p

Iseng, sore itu dengan kondisi masih teler, saya iseng mencoba 1 strip test packnya. Sebagai orang yang sudah punya jam terbang tinggi dalam hal uji menguji kehamilan seperti ini (meskipun semuanya berujung negatif), saya tidak terlalu berharap banyak dengan hasilnya. Sambil menggosok gigi, saya sempat melirik strip uji sekilas, dan hanya terbengong-bengong melihat garis merah di bagian paling bawah samar-samar menjadi tegas, setegas garis uji di atasnya. Sontak, saya ambil strip tersebut dan sambil memastikan bahwa saya tidak salah lihat, berlarilah saya menuju kamar menghampiri suami yang sedang istirahat. Dengan sedikit berteriak-teriak drama dan menahan tangis, saya menunjukkan hasil tes tersebut padanya.

tp

Akhirnya sore itu kami berpelukan dan tersenyum bahagia sambil tak henti-hentinya bersyukur karena Allah telah menjawab doa kami.

Dan sebelnya ucapan pertama yang disampaikan suami adalah, “yakin ga salah ambil testpack kan yang? Ga keliru fertitest?” :s

Tentu saja setelah akhirnya periksa ke dokter, dan pertama kali melihat kenampakan kantung kehamilan, rasanya air mata sudah nyaris tumpah dari pelupuk mata.

usg

Dan rasanya tak sabar merasakan pengalaman-pengalaman seru di masa kehamilan ini :)

0 comment(s):

Tiga tahun menikah dan hampir 2 tahun merencanakan program kehamilan. Sudah beberapa kali mendapatkan pengalaman dengan dokter Sp.OG dengan ...

Klinik Baru

Tiga tahun menikah dan hampir 2 tahun merencanakan program kehamilan. Sudah beberapa kali mendapatkan pengalaman dengan dokter Sp.OG dengan berbagai karakternya. Beberapa macam pemeriksaan dan analisis sudah dilakukan. Obat-obatan hormonal dan penyubur pun sudah pernah dicicipi.


Dua minggu yang lalu mas suami gembar-gembor mengenai klinik fertilitas dan IVF di Magelang yang tidak terlalu jauh dari rumah. Program IVF atau in vitro fertilization yang dimiliki klinik tersebut merupakan satu-satunya di Indonesia yang menggunakan siklus alami. Artinya calon ibu tidak diminta mengkonsumsi obat-obatan hormonal untuk memicu pelepasan sel telur, hanya mengandalkan siklus ovulasinya. Imbasnya, biaya IVF di klinik ini sangat terjangkau.


Tapi yang memikat hati untuk mengikuti program hamil di klinik tersebut adalah bujukan mas suami, yang katanya dokternya komunikatif, baik hati, tidak sombong, de el el. Namanya istri solehah, tentunya patuh dengan perintah suami, maka di suatu hari Senin yang cerah, kami menuju ke klinik tersebut. FYI, saat itu siklus hari ke-6 saya, alias sudah akan penghabisan masa menstruasi. Sehari sebelumnya mas suami sudah mendaftarkan nama saya via telepon.


Saya tiba di klinik pada hari H sedikit terlambat dari jadwal. Selain karena jam pulang kantor yang sangat mepet, ditambah sempat ada insiden ban bocor *untung masih ada tambal ban buka*. Masuk ke klinik, saya disambut dengan suasana yang tenang dan serba pink. Mas suami sudah lebih dulu tiba dan mengurus formulir pendaftaran. Setelah berat badan ditimbang, tekanan darah diukur dan berbagai pertanyaan diajukan (“sudah pernah melakukan program apa saja, bagaimana hasilnya, bagaimana siklus menstruasinya, dll).


Nah, bedanya dengan klinik-klinik lain yang sudah pernah saya sambangi, jumlah pasien yang hadir per sesinya tidak semelimpah lainnya. Jadi pada saat konsultasi setelahnya, kami merasa sangat tenang dan nyaman, tidak terkesan diburu-buru. dr. Doddy juga langsung memasang wajah ramah dan perhatian pada kami para pasiennya. Berbagai pertanyaan yang diajukan dijawab dengan santai dan menenangkan. Kami juga menunjukkan hasil analisis sperma suami 6 bulan yang lalu. Pak Dokter kemudian meminta dilakukan analisis ulang mengingat hasil yang sudah cukup lama.


Akhirnya disepakati 4 hari kemudian pada saat siklus hari ke-10 saya, suami melakukan analisis sperma di klinik tersebut dan siangnya saya menemui dr. Yunita untuk deteksi ovulasi dan pertubasi.


Di hari yang dijadwalkan pada pukul 12.30, saya sudah tiba di klinik dan mendapat nomor urut 2. Sebelumnya saya diminta untuk ke lab dan menyerahkan sampel urin untuk dites ovulasi. Sebelumnya suami sudah melakukan analisis sperma di lab yang sama.


Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya masuklah kami ke ruang praktek dr. Yunita. Obsgyn satu ini sangat komunikatif, terlihat cerdas dan pembawaannya menyenangkan. Dan seperti halnya dr. Doddy, konsultasi dengan dr. Yunita terasa santai karena tidak terkesan diburu-buru waktu. Setelah dilakukan USG transvaginal dan membacakan hasil tes ovulasi, dinyatakan bahwa ovulasi akan berlangsung sebentar lagi. Folikel di indung telur sebelah kanan dan kiri sudah menunjukkan tanda-tanda pecah dan sudah terjadi peningkatan kadar hormon LH-FSH. Hasil analisis sperma suami menunjukkan hasil asthenozoospermia, yaitu jumlah sel sperma yang bergerak lurus cepat kurang dari seharusnya. Bu dokter menyarakan mas suami untuk mengurangi aktivitas bermotor dan pola hidup tidak sehat (stress, kurang olahraga, dll), serta meresepkan vitamin E dan asam folat.


Dokter meminta kami untuk makin intens berhubungan di waktu-waktu ini – yang sayangnya tidak bisa sepenuhnya kami patuhi karena kendala jarak –


Selanjutnya kami menuju UGD untuk melakukan pertubasi. Ruangan UGD terasa sangat nyaman karena semua ditata serba putih dan pink, ditambah perawatnya langsung memutarkan lagu instrumental saat kami masuk dan menunggu dr. Yunita selesai praktek. Ketika saya sudah diminta berganti pakaian dan suami sudah dengan kostum a la operasi (yang juga berwarna pink), berposisi di atas meja eksekusi, mendadak ada serombongan orang yang masuk ke dalam ruangan tersebut. Dr. Doddy langsung menghampiri kami dengan ramah dan menyampaikan permohonan maaf karena dalam rangka akreditasi rumah sakit, ada semacam supervisi dari tim penilainya. Saya dan mas suami hanya berbisik-bisik sambil cekakak-cekikik karena merasa surprise dengan keadaan itu.


Setelah menunggu beberapa saat, bu dokter tiba dan prosedur pertubasi dilakukan. Tidak perlu digambarkan bagaimana mules dan linunya saat alat-alat itu dimasukkan ke dalam organ genital saya. Alhamdulillah, hasilnya kedua tuba falopii saya dinyatakan paten, bebas sumbatan.


Mohon doanya semoga program bulan ini berhasil~

0 comment(s):

Jadi ceritanya mas suami baru semangat-semangatnya dengan usaha barunya. Mohon doanya ya semua, semoga usaha baru ini berkah serta menjadik...

About the Kids (When You Want It The Most)

Jadi ceritanya mas suami baru semangat-semangatnya dengan usaha barunya. Mohon doanya ya semua, semoga usaha baru ini berkah serta menjadikan rizki melimpah dan bermanfaat. Nah, karena ada tambahan pekerjaan inilah, mas suami jadi makin sibuk dan susah dihubungi. Padahal saya tipe-tipe perempuan yang gampang terpancing emosi dan air mata kalau sudah merasa kurang perhatian. Untung saja mas suami membebaskan saya untuk melakukan guilty pleasure semacam nyalon dan shopping. Hanya saja akal sehat saya seringkali muncul, merasa kasihan dengan mas suami yang kerja keras banting tulang, mas tega ngabis-abisin uang yang udah jungkir-balik dikumpulkan. Pengalihan perhatian saya kemudian berubah ke hal-hal yang lebih produktif. Ya semacam mulai belajar menjahit, merajut kisah kasih asmara berdua selamanya dompet, tas, dan aksesoris lainnya.

Nah, kebetulan kemarin pas lagi sumpek-sumpeknya pikiran, saya sempat mampir ke toko alat jahit, trus kebelilah itu benang dan resliting buat dompet rajutan warna krem yang sedang on going dikerjakan. Ya, niatnya sih biar bisa bikin rajutan semacam Do*a punya, meski nanti hasil akhirnya tak tahulah seperti apa :p

Kembali ke masalah mancing-mancing emosi, sebenarnya ada satu lagi alasan saya mendadak mellow selain cari perhatian mas suami. Oke, apalagi kalau bukan masalah A-N-A-K…

Beruntung saya punya teman-teman yang senasib sepenanggungan yang perhatian dan selalu saling mendukung di saat-saat paling down kami. Dari obrolan dengan kawan-kawan inilah suatu ketika saya dipertemukan dengan blog Mbak Dian. Kesimpulan yang bisa saya ambil dari acara blog walking itu adalah setiap pasangan akan diberi anak atau tidak, termasuk jenis kelaminnya, adalah hak mutlak dari Tuhan. Mau kita berusaha semaksimal mungkin, dengan campur tangan siapa pun, keputusan akan diberi berapa anak, laki-laki atau perempuan, semua kembali pada Allah.  Pernyataan tentang hal itu sudah jelas-jelas temaktub dalam Al Quran Surat As Syuura ayat 49-50:

49. Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki,

50. Atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, Dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.

Membaca dua ayat yang disampaikan Mbak Dian tersebut, membuat hati makin adem dan tenang. Meskipun untuk bisa mencapai taraf ketenangan dan kedamaian tertinggi sampai di titik “tidak memikirkan lagi kapan punya anak” dirasa masih sangat jauh untuk bisa dilakukan, setidaknya sekarang kami *saya, terutama* sudah mampu tersenyum dan menjawab dengan tenang jika ada orang-orang bawel perhatian menanyakan hal tersebut.

Siapa tahu, ya, siapa tahu, Tuhan menjawab pertanyaan itu segera :)

0 comment(s):

Beberapa saat yang lalu saya sudah bercerita mengenai kegemaran saya membaca. Kali ini, sebelum mulai bercerita lagi, ada sebuah pengakuan y...

Catatan Hati (Kisah Asmanadians)

Beberapa saat yang lalu saya sudah bercerita mengenai kegemaran saya membaca. Kali ini, sebelum mulai bercerita lagi, ada sebuah pengakuan yang ingin saya buat.

Saya khilaf.

Setelah setumpuk buku Asma Nadia sudah terbeli beberapa minggu yang lalu, kali ini saya tak dapat menahan godaan untuk membeli salah satu buku Mbak Asma yang lain: Catatan Hati Pengantin.

Perasaan dan kesan yang saya dapat seusai membaca buku-buku Catatan Hati by Asma Nadia ini selalu serupa: perasaan khawatir, terharu, beruntung, sedih, dan beragam perasaan lain yang berujung pada satu hal, rasa syukur.
Ucapan syukur yang selalu muncul ketika membaca kisah-kisah sedih dan dramatis, yang selama ini hanya saya dapatkan lewat sinetron karena, alhamdulillah, keluarga besar mama papa adalah keluarga yang harmonis meski dengan segala permasalahannya. Rasa beruntung yang membuat saya makin merasa berempati dengan berbagai masalah yang dimiliki oleh keluarga lain. Rasa khawatir yang selalu terbersit ketika memikirkan keluarga yang baru saja saya dan suami bangun, mampukah bertahan dan menjadi semakin kokoh seiring berjalannya waktu? Mampukan keluarga kami menjadi tempat "pulang" yang selalu dirindukan setelah penat dirasakan akibat tekanan pekerjaan-dan-lain-lain? Bisakah kami selalu saling mendukung untuk menciptakan suasana terbaik bagi putra-putri kami nanti? Bisakah kami tetap setia dan tidak tergoda pada segala macam hal buruk di luar sana?

Yang jelas, banyak upaya yang dibutuhkan untuk menjawab "ya" pada semua pertanyaan di atas. Dan mengutip tagline pada sampul buku Catatan Hati Pengantin:
"Allah, mohon jadikan pendamping di dunia menjadi kekasih kami di surga nanti."

Aamiin...

0 comment(s):

Saya suka sekali membaca. Sejak mulai mengenal huruf, rasanya semua genre bacaan sudah pernah saya coba nikmati. Tapi kali ini bukan itu yan...

About Those Teenlits and Chicklits

Saya suka sekali membaca. Sejak mulai mengenal huruf, rasanya semua genre bacaan sudah pernah saya coba nikmati. Tapi kali ini bukan itu yang ingin saya ceritakan. Bukan mengenali asal muasal atau perjalanan sejarah pengalaman membaca saya. Kali ini saya ingin bercerita sedikit tentang salah satu aliran tulisan yang pernah saya gemari pada masanya.


Namanya teenlit. Sebutan untuk berbagai novel romantis dengan target pembaca putih abu-abu atau bahkan lebih muda lagi. Novel yang mirip-mirip dengan kisah drama korea karena tokoh-tokoh perempuannya beruntung karena selalu dipertemukan dengan tokoh laki-laki yang cantik romantis, setia  dan pengertian. Kondisi yang serba ideal lah. Saat itu sih saya hanya percaya tidak percaya saja dengan isi ceritanya. Nothing to lose. Membaca murni hanya sebagai hiburan dan tidak perlu terlalu dimasukkan ke dalam hati. Pun ketika usia beranjak tua dewasa, dan genre novel yang saya baca mulai merambah ke genre chicklit yang kadang bumbu ceritanya lebih "horor" karena berisi kisah percintaan tokoh yang lebih "dewasa". Secara keseluruhan hampir tidak ada yang berbeda. Tokoh perempuan sebagai center of view jatuh cinta pada pria yang salah, sebelum akhirnya menemukan cinta sejatinya tidak jauh dari rutinitasnya selama ini: entah pegawai di kedai kopi langganannya, sesama pengunjung perpustakaan kota, teman sekelas atau sekantornya, atau bahkan sahabat tempat curhatnya selama ini.


Sudah mulai bisa membaca arah pembicaraan ini? Belum? Nah, ini intinya.


Saya terlalu percaya bahwa cerita-cerita dalam novel itu terlalu dramatis. Tokoh-tokohnya pun terlalu tangguh. Dan saya bukan orang yang tangguh. Minimal dalam hal perasaan dan pengalaman cinta. Mengingat rekam jejak pacaran saya yang dihitung jari saja saja tidak bisa, saking tidak adanya :p di luar kisah cinta bertepuk sebelah tangan tentunya :D. Nah, saking inginnya saya melindungi perasaan yang rapuh itu, saya percaya bahwa suatu saat nanti, di waktu yang tepat, saya akan bisa jatuh cinta kepada lelaki yang sudah saya miliki. Bukan memperjuangkan cinta seseorang yang masih memiliki peluang untuk lepas dari genggaman. Sepertinya saya terlalu takut untuk bermain tidak aman, bukan? Tapi pada akhirnya saya mensyukuri keputusan yang saya ambil. Paling tidak sampai detik ini saya masih percaya bahwa saya mencintai lelaki yang kini jadi suami saya, dan bukan tidak mungkin rasa cinta itu makin bertambah besar lagi nanti :p.


Dan masalah perasaan sang suami kepada saya, apakah sebesar yang saya miliki atau tidak, hmmm.. Biarlah saya percaya bahwa cinta kami sama besarnya. Seperti lagu Om Andre Hehanusa,
"Yakinkan hatimu kau milikku, kar'na ku tahu engkau begitu.."
Paling tidak hal itu bisa meminimalisasi rasa khawatir saya karena tinggal berjauhan dengan suami :D.


Oya, setelah saya pikir-pikir lagi, sekarang ini saya lebih suka membaca cerita dongeng anak-anak atau kisah-kisah motivasi yang menghibur dan membangun alih-alih kedua macam bacaan berbunga-bunga tadi.. *kabur*

0 comment(s):

Sebuah email yang sudah bertengger di dalam sent item  sejak 2 tahun lalu mendadak muncul dalam ingatan dan memaksa untuk dibaca. Bolehlah s...

Sebuah Catatan dari Kotak Surat

Sebuah email yang sudah bertengger di dalam sent item sejak 2 tahun lalu mendadak muncul dalam ingatan dan memaksa untuk dibaca. Bolehlah saya kutipkan dalam postingan kali ini:


"Tahun 2014. Mungkin memang sudah bukan masanya menuliskan catatan harian di dalam sebuah diary. Apalagi sejak satu dasawarsa terakhir, media sosial a.k.a social media telah mengaburkan batasan antara ranah pribadi dengan publik. Orang dengan mudah dan santainya menyebarkan suatu informasi, yang kadang bersifat terlalu pribadi, ke dalam akun media sosial mereka. Yah, apapun alasannya, mereka punya hak untuk itu bukan? Dan kali ini saya bukan hendak membahas mengenai itu :)"


"Hari ini saya memutuskan untuk mulai menulis. Menulis apa saja. Berkisah tentang apa saja yang saya suka. Istilah kerennya sih 'nyampah'. Tujuannya semacam mengeluarkan unek-unek untuk melegakan perasaan saja. Tapi tidak menutup kemungkinan jika nanti rupanya tulisan ini bermanfaat. Buat saya atau siapa saja yang membacanya. Semoga. Siapa tahu suatu saat saya berubah pikiran mengunggah coretan-coretan dalam folder surat elektronik saya ke dalam blog atau akun media sosial saya :D. Ya, siapa tahu :)."


"Sebagai permulaan, tadinya saya berencana menuliskan keluh-kesah mengenai kegalauan yang sedang saya rasakan. Tentang penelitian tesis. Tentang suami yang sedang sibuk dengan pekerjaannya dan menjadi susah untuk diajak ngobrol :(. Tentang mimpi-mimpi yang rasanya semakin jauh untuk dikejar. Tentang ilmu-ilmu yang baru saya peroleh dari kursus singkat dan majalah yang saya baca. Tentang apa saja. Informasi yang begitu banyak berseliweran di kepala, hingga membingungkan saya: mana yang akan ditulis lebih dahulu :p."


"Mari anggap saja postingan awal ini sebagai prolog untuk catatan harian saya. Insyaallah besok pagi kita mulai dengan cerita pertama ;)."


"Nb: postingan ini rencananya akan saya kirim ke email saya sendiri dan email suami. Barangkali beliaunya berminat 'mengintip' curhatan-curhatan saya. Dengan membuka peluang seperti itu, paling tidak muncul sugesti dalam diri saya untuk tidak memendam uneg-uneg sendiri :)"


catatan: pada akhirnya memang saya mengirimkan email tersebut ke email suami yang tentu saja tidak dibaca dan dibahas lagi *tertawa getir*, dan mengunggahnya ke dalam blog ini :)

0 comment(s):

Saya adalah seorang istri dari seorang lelaki pekerja keras dan penyayang. Kami menikah tiga tahun lalu dan meskipun hidup terpisah di dua k...

My Imperfect Joyful Life

Saya adalah seorang istri dari seorang lelaki pekerja keras dan penyayang. Kami menikah tiga tahun lalu dan meskipun hidup terpisah di dua kota berbeda, kehidupan pernikahan kami sangat membahagiakan. Meski tak bisa berjumpa setiap hari, setidaknya sekali sepekan atau bilamana dibutuhkan, kami akan saling mengunjungi. Menghabiskan waktu bersama dengan hanya sekedar bercanda, menonton film berdua di rumah atau di bioskop, membaca, berolahraga, berbelanja keperlulan keluarga, memasak (he cooks much much better than I do), membereskan rumah, jalan-jalan, makan, atau bahkan tidur. Tidur dalam arti sebenarnya karena kegiatan sehari-hari kami sangat menyita energi, waktu dan pikiran.


Oke, mungkin ada beberapa hal yang menurut orang lain belum kami miliki. Anak misalnya. Di saat-saat tertentu, ketika emosi dan mood sedang turun, adakalanya perasaan iri, galau, sedih, kecewa dan perasaan-perasaan negatif lainnya muncul.


Tapi bukankah kunci untuk bisa berbahagia adalah bersyukur?


Saya memutuskan untuk berbahagia dan menerima segala ketidaksempurnaan yang ada. Fokus pada apa yang saya miliki saat ini: pekerjaan yang sesuai dengan renjana, suami yang luar biasa sabar dan mencintai saya apa adanya, keluarga besar yang selalu mendukung kami, dan berkah lain yang tak terhitung jumlahnya.


Jadi, sudah sepantasnya saya bersyukur dan berbahagia :)

0 comment(s):