Home Top Ad

Responsive Ads Here

Search This Blog

 Setelah pekan sebelumnya mendaki gunung untuk menelusur kembali Sungai Kehidupan, pekan ini kami, Dakaru Keluarga Pembaharu, mencoba mengga...

 Setelah pekan sebelumnya mendaki gunung untuk menelusur kembali Sungai Kehidupan, pekan ini kami, Dakaru Keluarga Pembaharu, mencoba menggali kembali akar masalah dalam keluarga kami. Supaya sesuai dengan tema yang akan dikerjakan, kali ini "Mendaki Gunung Es" jadi cerita yang dipilih oleh kakak fasil kami, Mba Anita. Seluruh keluarga yang hadir sudah ready dengan kostum Gunung Es-nya. Ya, meski ngga rapat-rapat amat. Kebayang gerahnya kalau beneran memakai jaket tebal berlapis 😀



Sebelum mulai mencari akar masalah, kami dipersilakan buat menyimak kembali sungai kehidupan dan mengidentifikasi masalah yang saat ini dihadapi dengan ilustrasi gunung es. 
 
 
Bagian puncak gunung es merupakan hal-hal yang saat ini menjadi masalah yang terlihat. Seperti halnya filosofi gunung es, bagian puncak hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan masalah yang ada di bagian dalam lautan. Akar masalah dari sebagian kecil yang terlihat merupakan hal yang perlu kami urai satu persatu.
 

Selanjutnya, kami melakukan brainstorming dengan menggunakan Starbursting. Jadi, dalam satu bentuk bintang bersudut enam, di masing-masing pucuknya diletakkan kata kunci pertanyaan 5W+1H. Kata kunci pertanyaan tersebut kemudian diisi dengan sebanyak mungkin pertanyaan.


Dan di atas adalah rincian pertanyaan yang sudah kami hasilkan. Setelah berusaha menjawab satu demi satu pertanyaan, akhirnya ketemulah satu fokus yang kemudian menjadi prioritas kami bersama


 Prioritas saat ini adalah sekolah Fatha

Di akhir pertemuan, ada bonus es krim buat semua pendaki gunung es. Es krim yang diantarkan oleh Kak Dan. Yeay!

 

#gaharukeluarga 

#keluargapembaharu

#dakarusalatiga

#ibuprofesional

#IP4ID2022

 

Akhir tahun 2022 ini, aktivitas keluarga kami sudah mulai kembali ke normal, seperti saat sebelum pandemi. Kegiatan luar ruang dan bertemu t...


Akhir tahun 2022 ini, aktivitas keluarga kami sudah mulai kembali ke normal, seperti saat sebelum pandemi. Kegiatan luar ruang dan bertemu teman-teman sudah mulai diikuti. Ada perasaan bahagia dan rindu buat makan bareng - ngobrol bareng - beraktivitas bareng.


Jadi saat beberapa pekan lalu, Mba Cicilia Anitasari a.k.a Mba Nita mengajak saya untuk ikit seleksi Gaharu - Keluarga Pembaharu, tidak butuh waktu lama untuk menyambut undangan tersebut. Tentang Keluarga Pembaharu bisa diintip di sini


Total ada tiga Dasa Keluarga Gaharu (Dakaru) di tahun 2022 ini, meliputi Dakaru Payakumbuh, Jogja, dan Salatiga. Masing-masing Dakaru terdiri dari 10 keluarga. 


Singkat cerita, penyambutan Dakaru dilaksanakan secara daring pada Kamis, 8 Desember 2022 dan dibuka oleh Bu Septi Peni Wulandani, founder Ibu Profesional.


Sejujurnya saya masih belum ada gambaran saat itu. Apa saja yang akan kami kerjakan selama mengikuti program Gaharu ini? Clue-nya hanya "mantra" yang selalu digaungkan oleh Komunitas Ibu Profesional: "makan bareng, ngobrol bareng, beraktivitas bareng".


Pertanyaan saya sedikit demi sedikit terjawab saat mengikuti "pendakian" perdana Gaharu. Sepuluh keluarga yang tergabung dalam Dakaru Salatiga berjumpa di Cosmo, milik Mba Nita. Kami membuat harapan tentang keluarga yang kemudian ditempelkan di "Gunung Gaharu".


Milik The Saputros? Kami ingin anak-anak tumbuh dalam versi terbaik mereka, dan kami sebagai orang tua dapat mendampingi tanpa drama.


Gunung Gaharu dipenuhi harapan Dakaru

Saat pendakian ini, Kak Fatha sempat protes. Kami sudah berkostum pendaki, tapi kok gunungnya hanya dalam gambar, begitu yang ia pikirkan. Semoga dalam waktu dekat kita bisa naik gunung beneran, ya, Kak 😀

Selanjutnya, kami diajak Mba Nita menyusuri Sungai Kahuripan. Napak tilas mengenai sejarah perjalanan The Saputros sejak terbentuk pada 2013, mengingat kembali berbagai peristiwa bahagia dan perjuangan yang sudah kami lakukan hingga hari ini.



Tentu saja karena kerja tim, Kak Fatha dan Dek Nadin ikut membantu ibu menyelesaikan tugas di kertas sisi sebelah kiri

River of Life The Saputros

Kegiatan diawali dengan perkenalan seluruh anggota keluarga Dakaru, dan diakhiri dengan ngobrol bareng. InsyaAllah berjumpa kembali bulan depan 😍


#gaharukeluarga 

#keluargapembaharu

#dakarusalatiga

#ibuprofesional

#IP4ID2022

  Perjalanan menyusui berlangsung panjang, harapannya, setidaknya bisa sempurna selama dua tahun lamanya. Tak terbayang betapa beratnya ibu ...

 


Perjalanan menyusui berlangsung panjang, harapannya, setidaknya bisa sempurna selama dua tahun lamanya. Tak terbayang betapa beratnya ibu jika hanya berjuang sendiri.

Selama empat tahun perjalanan menyusui ini, aku harus mengucapkan terima kasih kepada para pendukung hebat yang ikut bekerja keras demi kelangsungan pemberian ASI untuk Fatha dan Nadin. Dan mereka adalah...

  • Ayah Fatha Nadin
Siapa lagi orangnya yang bersedia memijatku saat butuh suplai oksitosin, memastikan stok cemilan, susu, es krim, dan sari kacang hijau selalu tersedia di lemari pendingin, mencucikan pompa ASI, serta menenangkan hatiku di kala aku merasa ASIku tak cukup. Pak suami-lah jawabannya. Jadi, aku merasa mendapatkan angin segar ketika beliau mendapatkan jatah work from home alias WFH. 
 
Nadin baru berusia tiga hari dan cuti pak suami habis. Tiba-tiba ada kebijakan WFH yang terus-menerus diperpanjang ketika pandemi Covid baru saja melanda Indonesia. Blessing in disguise, kurasa. Yang jelas, pak suami bisa selama tiga bulan penuh berada di rumah. Sebagai pejuang long distance married a.k.a LDM, aku tentu sangat bahagia.
  • Uti

Kalau dipikir-pikir, uti adalah orang yang hampir sama usahanya denganku dalam urusan "menyusui" cucu-cucunya. Ketika Fatha harus mendapatkan suplementasi ASI perah, beliaulah orang yang sangat bisa diandalkan memberikan ASIP menggunakan cupfeeder. Bahkan hingga cucu kedua, beliau masih berkomitmen memberikan ASIP tanpa dot. Mungkin berkaca dari pengalaman Fatha mengalami bingung puting, pasca dirawat di perinatologi.

Beliau orang yang sangat terbuka dengan informasi baru. Sejak awal mengikuti kelas persiapan kelahiran dan menyusui, beliau ikut menerima update ilmu dan bersedia menerapkannya.

Yang membuatku bangga, beberapa kali uti berbagi pengalaman memberikan ASIP menggunakan cupfeeder kepada orang tua dan pengasuh teman-temanku. Uti juga mendemonstrasikan secara langsung bagaimana teknik memberikan ASIP denganmedia selain dot.

  • Lingkungan kantor

 Dengan segala keterbatasannya, kantorku memberikan kesempatan para busui untuk memberikan ASI eksklusif dan ASI hingga dua tahun bagi anak-anak pegawainya. Kesempatan memerah ASI setiap tiga jam sekali dapat dengan mudah kulakukan tanpa cibiran atau komentar dari rekan-rekan kerja lain. Bahkan ada satu ruangan, yang sebelumnya berfungsi sebagai klinik, dialihfungsikan sebagai ruang laktasi. 

Oh ya, para bidan yang membantu persalinanku tak kalah keren. Mereka mendampingiku sejak sebelum melahirkan, hingga memastikan proses menyusui berjalan lancar tanpa kendala. Bahkan sebelum persalinan anak kedua, bu bidanku menanyai kekhawatiranku di trimester keempat. Mereka juga memastikan kejadian Fatha masuk perina tak lagi terulang.

Mbak Intan, bidan homecare yang kukenal sejak hamil Fatha pun jadi tempat curhat yang asyik. Pernah memberikan pijat laktasi saat aku mengalami bendungan ASI di bulan pertama Fatha lahir, hingga memberiku semangat bahwa aku bisa melakukan jauh lebih baik saat anak kedua. 

Menyusui memang tak bisa dilakukan seorang diri. Ada banyak orang dan pihak yang turut terlibat. Untuk itu, kuucapkan terima kasih untuk semuanya :)

 #pekanmenyusuisedunia 

#NgasiYuk 

#ngasiyukpeduliASI 

#WABA2021

  Lingkungan punya peran yang sangat penting bagi keberhasilan menyusui. Bayangkan jika ada seorang ibu yang baru saja melahirkan, dengan ko...


 

Lingkungan punya peran yang sangat penting bagi keberhasilan menyusui. Bayangkan jika ada seorang ibu yang baru saja melahirkan, dengan kondisi yang masih belum fit benar karena begadang dan pemulihan pasca melahirkan, tidak bisa mendapatkan cukup istirahat karena larangan,

 

 "Jangan tidur pagi hari, nanti darah putih naik ke mata,"

 

"Jangan makan ikan, nanti ASI-mu amis."

 

Atau larangan-larangan lain yang sejatinya adalah mitos. Terlebih, jika pelaku pelarangan itu adalah orang terdekat seperti ibu atau ibu mertua.

 

Terkadang, para busui ini sudah paham benar mengenai teori menyusui. Bagaimana prinsip ASI on-demand, hati harus bahagia agar ASI lancar, hingga ke fakta-fakta menyusui versus mitos-mitosnya.

 

Akan tetapi keberadaan lingkungan terdekat yang tidak mendukung, bisa membuat ibu terpojokkan, dan bahkan mengalami baby blues syndrome. Pengalaman pribadi sih ini.

 

 Beruntungnya para busui jika mereka seperti suami atau orang tua sebagai lingkungan terdekat mendukung. Namun apa jadinya jika keluarga tidak benar-benar terlibat?

 

Saat itulah, ibu butuh teman curhat yang bisa saling menguatkan. Aku merasakan sendiri manfaat bergabung dalam komunitas sesama ibu menyusui. Terlebih yang orang-orangnya bukan tipe judgemental. Bukankah memang seperti itu seharusnya sebuah supporting group?

 

Berbagai kegalauan bisa ditumpahkan di tengah grup tersebut. Sesama ibu yang merasa senasib sepenanggungan akan saling menimpali dan menguatkan. Kadang tanggapan dari ibu lain merupakan solusi dari masalah yang kita hadapi. Namun tak jarang, curhat sudah sangat melegakan meski tak menemukan solusi. Berada di circle pertemanan yang menggaungkan ASI eksklusif juga akan memberikan pengaruh positif buat si busui. Semangatnya bisa menular ke ibu lain. Ini yang kurasakan semenjak bergabung di dua grup busui.

 

Jadi, jika lingkungan tidak benar-benar mendukungmu, temukan teman-teman yang bisa membuat kita berjuang lebih keras lagi. Bukankah menyusui itu harus keras kepala? :)


 #pekanmenyusuisedunia 

#NgasiYuk 

#ngasiyukpeduliASI 

#WABA2021

 Bulan Maret, 2020 menjadi salah satu bulan yang tak terlupakan dalam hidupku. Untuk kedua kalinya, aku merasakan kembali proses kelahiran...

 Bulan Maret, 2020 menjadi salah satu bulan yang tak terlupakan dalam hidupku. Untuk kedua kalinya, aku merasakan kembali proses kelahiran menjadi seorang Ibu.


Sejak dinyatakan hamil pada Bulan Juli 2019, tak henti-hentinya kuucap syukur. Allah mengabulkan doa kami, aku dan suami, untuk memenuhi hak ASI selama dua tahun penuh bagi Kakak Fatha. Teringat saat di rumah bersalin, salah seorang bidan melontarkan celetukan,


“Wah, setelah ini, hamil anak kedua ya, Bu.”
 

Baik aku maupun suami terperangah. Nyeri bekas jahitan perineum masih terasa, tapi dengan ringannya Bu Bidan mengucapkannya. Aku hanya meringis bingung. Beruntung Bu Dokter Spesialis Anak yang menangani Fatha menyahut,
 

“Wah, jangan dulu dong. Berikan jarak. Setidaknya sampai Adek lulus ASI 2 tahun. Penuhi dulu haknya ya, Bu,” ucap beliau seraya tersenyum. Kujawab senyumannya dengan sunggingan tipis di bibir sambil mengaminkan doa beliau.
 

Ternyata doa itu diijabah oleh Allah. Hitunganku, tepat saat Fatha berusia 2 tahun, aku hamil lagi. Saat mengetahui garis dua pada testpack yang kugunakan, masih belum terpikirkan dalam benakku untuk menyapih Si Kakak.
 

Pada akhirnya, Fatha menyapih dirinya sendiri. Ia tak mau lagi menyusu padaku. Entah karena rasa ASI yang berubah, atau ia sendiri yang merasa tak lama lagi akan menjadi seorang Kakak.
 

Kehamilan kedua kurasakan lebih tenang, santai, dan tidak banyak drama. Kalaupun ada keluhan, hanya tubuh yang lebih mudah merasa lelah. Maklum, usiaku sudah kepala tiga. Hehehe..
Berbagai program persiapan persalinan kuikuti meski tak seintens saat kehamilan Fatha. Kelas prenatal hanya kuikuti sekali untuk menyegarkan ingatan mengenai ikhtiar persalinan secara nyaman dan aman. 

Kelas senam dan yoga juga kuikuti. Saat itu belum ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat pandemi Covid-19. Kak Fatha masih selalu mengantarkanku saat mengikuti setiap kelas persiapan tersebut. Sampai saat ini ia masih mengingat setiap detail gerakan dan peralatan yang digunakan saat yoga. Bahkan ia bisa bercerita dengan lancar bagaimana ia bermain perosotan, ayunan, hingga ikut mencicipi susu hamil ketika mengantar ibu ke RSIA.
 

Aku makan dan minum dengan lebih lahap saat itu. Berbeda dari kehamilan pertama yang benar-benar memikirkan gizi dan kalori yang masuk, serta kualitas makanan yang harus benar-benar prima. Kali itu, apapun yang bisa membangkitkan nafsu makan, ku lahap habis. Termasuk berbagai macam junk food.
Sampai akhirnya saat beberapa minggu menjelang HPL, hasil pemeriksaan USG menunjukkan bobot bayi sudah cukup besar, 3,4 kilogram.
 

"Ketika nanti anakmu divonis besar, cukup kurangi asupan gula. Tak perlu membatasi makan besar: nasi, lauk, sayur, dan buah-buahan. Lebih baik berat bayi besar daripada kurang," beberapa orang sahabat meyakinkanku untuk tidak melakukan diet.
 

Keputusan yang tepat, karena saat lahir, BB bayi justru tidak sampai 3,4 kilogram seperti prediksi awal :)
 

Aku sudah cuti dari kantor saat usia kehamilan 38 pekan. Rasa hati ingin mengundur waktu cuti menjelang usia 40 minggu karena belajar dari pengalaman Fatha yang lahir saat lewat 40 minggu. Bu Bidan yang aku temui ketika kontrol mingguan pun menyarankan untuk mengajukan cuti mepet hari. Sebaliknya, dokter spesialis kandungan berpendapat bahwa persalinanku akan maju dari hari perkiraan lahir (HPL). Pasalnya bayi sudah cukup matang dan posisinya sudah siap untuk “meluncur”.
 

Apa daya, badan dan pikiran rasanya sudah cukup letih dengan pekerjaan kantor. Apalagi saat itu aku masih mengemudikan kendaraan sendiri pulang-pergi setiap hari. Akhirnya kuputuskan untuk mulai cuti tepat di usia kandungan 38 minggu. Keputusan yang sangat tepat menurutku karena Si Kakak Fatha ternyata butuh didampingi dan dipersiapkan perasaannya dengan kehadiran adik baru.
 

Sempat khawatir karena hanya berdua Fatha. Suami bekerja di luar kota dan ibuku yang memiliki tanggung jawab lainnya, merawat nenek (Yangyut Fatha) yang sedang sakit. Kekhawatiran yang kucurhatkan pada Bu Bidan.
 

“Jangan khawatir, Mbak. Sekiranya nanti cuma berdua, Kakak dibawa saja ke klinik untuk menemani,” saran Bu Bidan menenangkan. Saat itu aku membayangkan ketika merasakan gelombang kontraksi, harus pergi ke klinik sambil menggandeng Fatha. Tak terbayang kerepotannya.
 

Allah memang yang paling tahu mana yang terbaik untukku dan kami sekeluarga. Beberapa hari menjelang HPL, adikku, Om Kak Fatha, pulang karena kampusnya menerapkan kuliah daring. Seketika, beban pikiranku mengenai bagaimana Fatha nanti sudah mulai pupus.
 

Tiga hari menjelang HPL, aku merasakan kontraksi palsu yang lembut, santai, namun mulai sering. Siangnya aku memang sempat mencicipi buah durian yang kuidam-idamkan selama kehamilan. Hehehe
Sempat berpikir bahwa persalinan masih akan berlangsung beberapa hari lagi. Pasalnya rasa sakit dan nyeri yang kualami tidak seberapa sakit bila dibandingkan persalinan pertama.
 

Senja hari, setelah menunaikan Salat Maghrib, aku merasakan kantuk yang teramat sangat. Kuputuskan untuk memejamkan mata sesaat sambil merasakan nikmatnya kontraksi tiap lima menit sekali.
 

Tiba-tiba aku dibangunkan oleh sensasi basah dan rasa hangat yang mengaliri bagian bawah tubuhku. Rupanya ketuban pecah di pukul 18.45.  
 

Bergegas Adikku, Irwan, menstarter mobil dan membawaku ke klinik. Saat itu aku masih merasa tenang dan percaya jika bayi belum akan terlahir dalam waktu dekat. Aku masih bisa menghubungi suami dan memintanya pulang tanpa terburu-buru
 

“Paling lahir besok pagi, Yah,” ujarku mantap, berkaca dari kelahiran Fatha yang terjadi enam jam setelah pecahnya ketuban.


Benar saja. Pemeriksaan dalam VT (vaginal touche) oleh Bu Bidan menunjukkan bukaan masih satu sentimeter. Masih santai. Meskipun demikian Bu Bidan sudah berulang kali menjelaskan,

Pembukaan itu tidak harus dalam kecepatan stabil, Mbak. Bisa saja bukaan satu lalu loncat ke tiga, lima, tujuh, lalu sempurna.

Intensitas kontraksi makin terasa kuat dan rapat. Suamiku tiba di klinik satu setengah jam kemudian. Dan tak berapa lama, dorongan mengejan sudah kurasakan. Dalam dua kali tarikan nafas, Nadinda terlahir ke dunia. Tepat pada pukul 21.30.
 

Bayi cantik berkulit merah berambut tipis dan berbadan montok sudah berpindah dari kandungan menuju dekapan. Inisiasi menyusu dini segera dilaksanakan. Menciuminya sambil bertukar kata dengan suami, mengucap syukur tak terhingga pada-Nya. Betapa prosesnya sangat lancar dan mudah.

Malam itu kami tak langsung dapat memejamkan mata. Berulang kali kutatap mata bulat dan pipi gembul Nadin. Sambil membayangkan, betapa Kak Fatha pasti sangat senang dan tertarik bermain dengan adik barunya. Tiba-tiba rasa rinduku padanya membuncah.
 

Pertama kalinya setelah sekian lama aku menghabiskan malam tanpa memeluk Kak Fatha. Selama ini Kak Fatha selalu menemaniku ke mana-mana berdua, apalagi sejak cuti bersalinku disetujui. Rupanya beberapa kilometer di tempat yang berbeda, Kak Fatha sedang memikirkan hal yang sama. Uti dan Om Irwan menyampaikan padaku keesokan malamnya saat berkunjung ke klinik.
 

“Ibu sedang apa ya, Uti? Tadi ketuban ibu pecah ya Uti?” Matanya menerawang menahan rindu.
 

***
 

Sejak ada di dalam perut, Nadin selalu merespon baik segala pancingan yang diberikan oleh Kak Fatha. Suara kakaknya yang memanggil-manggil sering dijawab dengan tendangan-tendangan lucu di perutku. Atau elusan Kak Fatha yang disambut dengan geliat-geliat ringan Nadin.


Kini, setelah melihat mereka berdua tidur berdampingan dengan berbataskan guling dan tangan yang terpaut, doaku yang kupanjatkan bertambah..


“Semoga Allah menjadikan kalian berdua anak-anak shalih-shalihah, yang saling menguatkan satu sama lain. Yang ketika tiba saatnya mandiri, kalian bisa menjadi hamba Allah yang memberikan banyak manfaat baik untuk masyarakat dan umat. Semoga Allah mengumpulkan kami sekeluarga kembali ke surga-Nya..Semoga Allah meridhoi..”
 
 #pekanmenyusuisedunia
#NgasiYuk
#ngasiyukpeduliASI
#WABA2021
 


 Menyusui selama empat tahun terakhir rupanya jadi salah satu hal yang kusyukuri. Meskipun demikian, menyusui yang katanya natural tidak se...


 Menyusui selama empat tahun terakhir rupanya jadi salah satu hal yang kusyukuri. Meskipun demikian, menyusui yang katanya natural tidak semudah itu dilalui. Tak segampang menempelkan payudara ke mulut bayi, lalu dia otomatis mengisap. Banyak perjuangan untuk belajar dan mencari cara agar seluruh rangkaian prosesnya berjalan lancar, dan berimbas pada peningkatan berat badan bayi sesuai kurva tumbuh. 

Kembali teringat motivasi Bu Titik, konselor laktasi kesayanganku, pada saat aku belajar posisi dan pelekatan,

Menyusui itu proses yang panjang, sampai dua tahun lamanya. Jadi mesti benar tekniknya, supaya nyaman buat keduanya

Terlebih, dalam agamaku, menyusui adalah bagian dari kewajiban orang tua dan bernilai ibadah. Rasanya sangat sayang untuk dilewatkan.

Seiring berjalannya waktu, ketika Fatha dan Nadin melewati sebulan pertamanya, aku makin menikmati setiap aktivitas menyusui. Bahkan saat Fatha, aku begitu bersemangat memerah ASI untuk meningkatkan produksi ASI dan menyiapkan stok ketika harus meninggalkan Fatha bekerja. 

Nah, bekal berikut ini selalu kusiapkan supaya lebih menikmati proses menyusui:

  • Hati yang bahagia
Hati yang bahagia akan menyababkan hormon oksitosin diproduksi secara optimal. Akibatnya, aliran ASI lancar. ASI booster sejatinya adalah mood booster. Segala sesuatu yang membuat gembira ibu, akan berpengaruh baik terhadap lancarnya aliran ASI. Bagiku, makan makanan favorit, nonton film yang menarik, bahkan sesimpel dipijat suami, bisa membuat ASI lancarrr.. Hihihi
  • Hilangkan distraksi
Saat menyusui, sebisa mungkin fokus dengan Si Kecil. Rasanya, bayi bisa merasakan jika perhatian kita tidak seutuhnya untuknya. Saat menyusui dilakukan bersamaan dengan scrolling lini masa di ponsel, misalnya. Nadin sering protes dengan menggigit PD atau bahkan merebut si ponsel ini. Hihihi..
Bahkan pernah sekali waktu, ponsel yang sedang kupegang jatuh tepat mengenai kepala Nadin. Duh, rasanya bersalah sekali. Apalagi kemudian Kakak Fatha berujar,
"Ibu sih. Kasihan adek dong, Bu."
Sejak saat itu, sebisa mungkin aku hanya fokus pada Nadin saat bonding time berdua.
  • Ajak Si Kecil berkomunikasi 
Saat hanya berdua dengan Si Kecil merupakan priceless moment. Menatap matanya yang bulat, atau menikmati setiap isapannya, hingga tersengar suara cleguk-cleguk, pasti jadi momen yang akan dirindukan kelak. Apalagi ketika Si Kecil sudah bisa merespon ucapan kita, meski baru sekadar gumaman, atau tawa-tawa kecil.
  • Posisi yang nyaman
Ini hal wajib juga saat kegiatan menyusui dilakukan. Jangan sampai tangan ibu cedera karena salah menopang tubuh, seperti yang pernah kualami. Rasa nyerinya membuat tak nyaman dan membuat aktivitas sehari-hari sulit dilakukan. Paling nyaman bagiku adalah posisi tidur menyamping, atau ketika harus menyusui dalam posisi duduk, bisa dipertimbangkan menggunakan bantal menyusui.
  • Konsumsi makanan bergizi dan cukup istirahat
Karena menyusui bak sebuah rally atau maraton, di mana perjalanannya panjang, hingga dua tahun lamanya, maka menjaga asupan makanan dan minuman wajib hukumnya. Makanan bergizi akan menjaga ibu tetap fit, sehingga tak gampang sakit meskipun harus begadang setiap malam.

Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan dan kelancaran menyusui hingga dua tahun ya buibu..

 #pekanmenyusuisedunia 

#NgasiYuk 

#ngasiyukpeduliASI 

#WABA2021

    Disclaimer: Artikel ini sudah dimuat dalam e-book "Pakar Menulis" Co House 5 Cluster Solutif Hexagon City, dalam memenuhi prog...

  
Disclaimer: Artikel ini sudah dimuat dalam e-book "Pakar Menulis" Co House 5 Cluster Solutif Hexagon City, dalam memenuhi program Bunda Cekatan Ibu Profesional.

            Pernahkah ibu-ibu merasakan hal yang saya rasakan? Anak dicap kurus, kecil, dan kurang gizi oleh orang lain? Padahal kita sebagai ibunya merasa si anak baik-baik saja, kok. Biarpun terlihat langsing, tapi makannya lahap, lincah pula.
Saya sering sekali mengalami judgement seperti ini. Apalagi jika Fatha sedang bergaul dengan teman-teman dan tetangga sebayanya. Orang-orang akan membandingkan kenampakan fisik mereka. Baper? Sempat pada awalnya. Namun sejak berusaha menanamkan pikiran yang positif dalam otak, kebaperan itu tergantikan oleh rasa syukur.
Nah, masalahnya untuk menanamkan pikiran positif tadi, perjalanan panjang berliku harus dihadapi. Beberapa macam ikhtiarnya adalah dengan menuntut ilmu dan membentuk support system yang baik.
Beruntung sejak hamil, saya sudah sering sekali mengajak diskusi suami dan ibu untuk menyepakati bagaimana model pengasuhan yang nantinya akan kami terapkan. Ah ya, karena rencananya selepas cuti melahirkan, ibu saya alias Uti Fatha tidak mengijinkan Fatha diasuh oleh orang lain, maka beliau menjadi salah satu target sounding saya. Tujuannya tentu saja agar kami semua sepemahaman saat membesarkan Fatha. Insya Allah support system sudah bisa terbentuk dengan baik.
Urusan menuntut ilmu, selain sering berdiskusi dengan bidan dan dokter spesialis kandungan tiap kontrol, saya juga bergabung dalam grup WA ibu hamil-ibu menyusui di kota saya. Meski jarang kopdar, tetapi banyak ilmu berseliweran di sana. Termasuk berbagai WAminar yang sering diadakan.    
Setidaknya ada beberapa hal yang membuat saya lebih tenang berkaitan dengan tumbuh kembang anak:
 
1.      Gunakan indikator yang tepat
Daripada menggunakan mata sebagai alat ukur (kami menyebutnya “matameter”), lebih tepat memanfaatkan kurva tumbuh yang sudah dibuat berdasarkan penelitian yang valid. Ada beberapa versi kurva tumbuh atau growth chart, di antaranya kurva tumbuh CDC dan WHO.   
Saya pribadi lebih nyaman menggunakan kurva tumbuh versi kartu menuju sehat (KMS) di buku KIA. Memang sumbernya dari WHO, hanya saja karena dibuat lebih berwarna, berbahasa Indonesia, sudah dicetak, diberikan gratis pula (uhuk), jadilah memanfaatkan yang sudah ada. Selain itu, kurva tumbuh versi KMS mengadaptasi dari standar WHO yang lebih diperuntukkan ke banyak negara di dunia, bukan hanya Amerika saja seperti halnya CDC. Jadi standarnya lebih umum digunakan.
Setelah KMS sudah ada, selanjutnya yang perlu dilakukan adalah
 
2.      Rajin mengukur dan menimbang
Biasanya di Posyandu yang diadakan sebulan sekali, bayi dan balita akan ditimbang berat badan serta diukur panjang/tinggi badan serta lingkar kepalanya. Sayangnya, tidak semua posyandu memiliki kondisi ideal seperti itu. Posyandu di tempat tinggal kami, misalnya. Bayi dan anak hanya ditimbang berat badannya. Nah, kalau sudah begini, orang tua yang harus berinisiatif mengukur sendiri tinggi badan dan lingkar kepala anak.
 
Cara Menimbang BB serta Mengukur TB dan LK
 
·         Menimbang berat badan
 
Perubahan berat badan mudah diamati dalam waktu singkat dan menunjukkan status gizi saat ini. Bagi bayi (usia 0-1 tahun), penimbangan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan timbangan khusus bayi. Alasannya karena ketepatan pengukuran lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis timbangan badan lainnya. Saya mengandalkan timbangan badan di Posyandu yang mana ternyata ada beda lumayan signifikan dengan timbangan yang ada di Puskesmas tempat ia biasa divaksinasi, atau di klinik tempat dokter biasa periksa.
Akhirnya setelah Fatha bisa berdiri, saya sengaja membeli timbangan badan digital dengan ketepatan 0,1 kg. Tujuannya supaya ia bisa ditimbang dengan timbangan yang sama setiap bulan dan terlihat nyata peningkatan atau penurunan yang terjadi. Tidak galau lagi ketika timbangan seakan tidak naik, ternyata hanya karena masalah timbangan yang berbeda.
 
·         Mengukur panjang badan/tinggi badan
 
Pertambahan PB atau TB terjadi akibat pertambahan massa tulang. Pertambahan ini menunjukkan status gizi pada masa lampau. Istilah PB merujuk pada hasil pengukuran dengan posisi berbaring. Biasanya dilakukan pada bayi atau anak usia 0-2 tahun. Pengukuran PB biasanya menggunakan alat berupa infantometer. Tinggi badan dilakukan pada posisi berdiri dan dilakukan pada anak usia 2 tahun ke atas. Untuk ketepatan metode pengukuran, TB diukur dengan menggunakan microtoise.
Masalahnya, posyandu kami tidak menyelenggarakan pengukuran kedua parameter ini secara rutin. Akhirnya saya dan suami berinisiatif untuk sebulan sekali mengukur PB Fatha dengan menggunakan meteran kain. Biasanya Fatha dibaringkan di atas permukaan yang datar tetapi tidak terlalu keras, misalnya matras. Kami kemudian membuat garis pada batas puncak kepala Fatha dan bagian tumitnya. Kami juga memastikan bahwa posisi badannya sudah lurus, kaki tidak menekuk. Memang tidak bisa dikatakan benar-benar valid, tetapi setidaknya kami memiliki gambaran mengenai kondisi tinggi badan Fatha.
Adakalanya Fatha kami ukur TB dengan posisi tumit merapat ke dinding, badan tegak dan rapat menempel ke dinding. Bagian puncak kepala ditandai dengan pulpen. Setelahnya, kami menggunakan meteran, atau yang termutakhir, stiker dinding pengukur tinggi badan anak. 
 
·         Mengukur lingkar kepala (LK)
 
Lingkar kepala dapat diukur dengan menggunakan meteran jahit, misalnya. Caranya dengan melingkarkan alat ukur dari atas bagian alis melewati bagian belakang kepala yang terbesar.
Angka-angka yang sudah diperoleh dari hasil penimbangan dan pengukuran tadi kemudian diplot ke dalam kurva tumbuh dalam KMS.
 
Menganalisis Hasil Penimbangan dan Pengukuran
Tahap terakhir seusai melakukan penimbangan BB serta pengukuran PB/TB dan LK adalah memasukkan nilainya pada kurva tumbuh. 
 
Di mana kita bisa mendapatkan kurva tumbuh?
Kurva tumbuh bisa diperoleh melalui browsing di internet, atau cara paling mudah adalah dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang menjadi bagian dari buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Tentu setiap anak ibu sudah memiliki buku KIA-nya masing-masing, ya. Sejak masa kehamilan, fasilitas kesehatan (faskes) akan memberikan ibu hamil buku KIA untuk diisikan riwayat kehamilan dan kesehatannya dan dilanjutkan hingga si kecil lahir.
Sebelum mulai mem-plotting angka-angka hasil pengukuran, pastikan ibu sudah menemukan kurva yang sesuai dengan jenis kelamin anak. Biasanya grafik berwarna biru untuk anak laki-laki dan merah muda untuk anak perempuan. Total ada 4 kurva yang akan diisi.
 
1.      Kurva BB terhadap usia
 

Contoh kurva di atas adalah kurva berat badan terhadap usia untuk anak perempuan. Di bagian bawah (sumbu X), terdapat keterangan usia bayi dalam satuan bulan. Sumbu Y atau garis vertikal menunjukkan berat anak dalam kilogram. Ibu bisa membubuhkan titik pada batas pertemuan usia dengan berat badan. Misalnya, Nadin lahir dengan berat 3,25 kg dan pada usia 1 bulan memiliki berat 4,25 kg. Maka plot angka-angka tersebut pada kurva sebagai berikut. 
 
 Berat dikatakan naik jika kedua titik mengikuti tren BB sebelumnya. Berdasarkan contoh di atas, maka BB Nadin naik karena ia melampaui garis hijau tua bawah menuju atas. Kenaikan BB-nya pun melampaui kenaikan berat minimal (KBM), yaitu 800 gram untuk usia 1 bulan.
BB dikatakan tidak naik apabila BB bulan berikutnya turun, tetap, atau naik tetapi tidak sesuai kenaikan berat minimal (KBM).
 
2.      Kurva TB terhadap usia 
 
Cara plot TB hampir sama seperti BB. Sumbu X menunjukkan usia, sedangkan sumbu Y merupakan tinggi badan dalam satuan sentimeter (cm). Hal yang perlu diperhatikan, tidak serta-merta apabila anak berada di nilai -2SD langsung dapat didiagnosis sebagai "stunting" atau kerdil. Perlu dilihat faktor genetis seperti tinggi badan orang tua dan faktor lainnya. 
 
 
3.      Kurva LK terhadap usia
 

        Lingkar kepala biasanya tidak perlu diukur tiap bulan, melainkan tiga bulan sekali. Cara memasukkan dalam kurva pun serupa seperti BB dan TB. Sumbu X menggambarkan usia anak, sedangkan sumbu Y adalah lingkar kepala dalam cm. 
 
4.      Kurva BB terhadap PB/TB
 
Kurva yang terakhir ini dapat menunjukkan anak termasuk dalam kategori kurus, normal, atau gemuk. Harap diingat bahwa yang dikatakan gizi buruk atau malnutrisi tidak melulu anak dengan BB kurang. Berat badan berlebih pun menunjukkan adanya ketidakseimbangan asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh anak.
Terlihat rumitkah? Jika jawabannya "ya", jangan khawatir. Ada aplikasi "Primaku" dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang mempermudah kita menganalisis hasil penimbangan dan pengukuran si kecil. Saya pernah menuliskan review mengenai aplikasi ini di sini.
Ibu tinggal memasukkan nilai angka hasil penimbangan dan pengukuran, lalu voila… aplikasi Primaku yang akan memberikan kesimpulannya untuk kita: apakah gizi si kecil baik, buruk, atau risiko berlebih. Aapkah tinggi badan anak normal atau kurang. Serta lingkar kepala anak normal, ada kecenderungan makrosefali, atau justru mikrosefali.
 
Kapan ibu perlu khawatir?
Tentu jika penimbangan dan pengukuran menunjukkan hasil yang tidak normal. Dinyatakan dalam KMS, apabila anak selama 2 bulan berturut-turut tidak naik berat badan, maka perlu diperiksakan ke faskes. Yang jelas, melakukan penimbangan BB dan pengukuran PB/TB serta lingkar kepala dapat memantau pertumbuhan Ananda. Jika ada hal-hal yang mencurigakan, maka dapat segera diketahui dan diantisipasi sejak dini. Semoga anak-anak kita menjadi anak yang sehat.
 
Sumber Bacaan:
·         Par'i, H.M., Wiyono, S., , Harjatmo. T.P. 2017. Bahan Ajar Gizi: Penilaian Status Gizi. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
·         Aplikasi Primaku dan Primapro. 2018.
·         http://www.idai.or.id/news-event/news/aplikasi-primaku-dan-primapro
·         https://projectofgratitude.blogspot.com/2019/09/review-primaku.html?m=1