Tantangan
level 11 Bunda Sayang ini berbeda dari tantangan pada level sebelumnya. Kami
para mahasiswi mendapat tugas untuk mempresentasikan materi yang sudah
ditentukan sekaligus membuat resume-nya. Hari pertama adalah tugas kelompok
pertama memaparkan hasil studi literaturnya mengenai “Pemahaman Perbedaan
Gender”.
Pemahaman Perbedaan Gender
Gender
merupakan hal yang berbeda dengan jenis kelamin atau seks. Jenis kelamin
merujuk pada kondisi fisik seseorang, laki-laki atau perempuan, berdasarkan
ciri-ciri seksual. Misalnya keberadaan organ kelamin seperti penis dan skrotum
pada laki-laki serta vagina dan ovarium pada perempuan.
Secara
lebih lengkap, perbedaan gender dan seks dapat dilihat pada tabel berikut.
Pendidikan
gender pada anak usia dini dapat menggunakan beberapa strategi, di antaranya:
1.
Metode
modelling
2.
Metode
perlakuan
3.
Metode
permainan peran
Metode
modelling memberikan pemahaman tentang gender pada anak melalui contoh
yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya aktivitas membersihkan rumah
atau memasak bisa dilakukan baik oleh ayah dan ibu (laki-laki maupun
perempuan).
Metode
perlakuan bisa berlangsung apabila menurut budaya atau adat-istiadat tidak
biasa terjadi. Contohnya anak laki-laki dianggap tidak pantas menangis. Padahal
kenyataannya, menangis merupakan ungkapan emosi yang perlu untuk diekspresikan.
Metode
permainan peran membuat anak mengenali jati dirinya melalui permainan sandiwara
seperti dokter-dokteran, atau berpura-pura menjadi tokoh lain.
Pemahaman
tentang gender perlu ditanamkan pada anak usia dini agar ia dapat memainkan
perannya sebagai laki-laki ataupun perempuan sesuai dengan fitrahnya.
Pendidikan Fitrah Seksualitas Sejak Dini
Pendidikan
seksualitas adalah bagaimana mengajarkan anak berpikir, bersikap, dan
bertingkah laku sesuai dengan jenis kelaminnya. Setiap anak terlahir dengan
fitrah seksualitas. Tugas orang tua adalah membangkitkan fitrah yang dimiliki
anak, termasuk fitrah seksualitas tersebut.
Mendidik
fitrah seksualitas berarti merawat dan menumbuhkan fitrah sesuai gendernya.
Laki-laki berfikir, bersikap, bertindak, dan merasa seperti laki-laki, be.
Menurut
Ustadz Harry Santosa dalam Buku Fitrah Based Education, fitrah
seksualitas perlu dirawat dengan kehadiran dan kelekatan ayah dan ibu secara
seimbang sejak lahir hingga usia aqil baligh.
Fitrah
seksualitas perlu diajarkan pada setiap anak dengan cara:
1.
Memperkuat
identitas gender sesuai jenis kelamin
2.
Mengajarkan
masalah aurat, berharganya tubuh anak sehingga tidak boleh diperlihatkan dan
disentuh selain pada ibunya, tak boleh juga dimainkan.
3.
Mengajarkan
anak berinteraksi dengan sekitar dengan batas-batas yang sudah ditentukan dan
disepakati
4.
Belajar
adab terkait interaksi dengan orang lain: ijin saat masuk kamar orang tua,
tidur terpisah dari orang tua sejak dini, memandang yang boleh, berpakaian
sesuai jenis kelamin, serta adab interaksi dengan lawan jenis.
Mengapa pendidikan fitrah seksualitas perlu diajarkan sejak dini?
Agar
anak tumbuh dengan memiliki fitrah seksualitas yang sehat dan benar. Anak
memiliki pemahaman peran dan kewajiban ketika dewasa. Dan yang terpenting,
menghindarkan anak dari kejahatan seksual.
Apa saja tahapan dalam pendidikan fitrah seksual?
1. Tahap pra latih (0-6 tahun),
terdiri dari tahap kelekatan awal (0-2 tahun) di mana anak dekat dengan ibu
melalui pemberian ASI dan (3-6 tahun) dekat baik dengan ayah dan ibu untuk
menumbuhkan perasaan emosiaonal dan rasionalitas.
2. Tahap pre aqil baligh 1 (7-10
tahun), adalah saat menumbuhkan identitas menjadi gender. Anak laki-laki
didekatkan dengan ayah, dan anak perempuan dengan ibu. Hal iniemgajarkan pada
anak, bahwa kelak dewasa ia akan menjadi ayah atau ibu.
3. Tahap pre aqil baligh 2 (11-14
tahun) merupakan puncak tahap fitrah seksualitas. Anak mengalami tanda
kematangan seksual berupa mimpi basah atau menstruasi. Anak didekatkan dengan
orang tua yang berjenis kelamin berbeda agar memahami sosok orang tua dari
sudut pandang lawan jenis.
Peran Orang Tua dalam Membangkitkan Fitrah Seksual Anak
Pendidikan
seksualitas adalah bagaimana mengajarkan anak berpikir, bersikap, dan
bertingkah laku sesuai dengan jenis kelaminnya. Setiap anak terlahir dengan
fitrah seksualitas. Tugas orang tua adalah membangkitkan fitrah yang dimiliki
anak, termasuk fitrah seksualitas tersebut. Tak pelak lagi, kehadiran dan
kedekatan Ayah Ibu sangatlah menentukan proses ini.
Mengapa fitrah seksual anak perlu dibangkitkan?
Agar
anak-anak dapat tumbuh menjadi pribadi laki-laki atau perempuan sejati.
Tentunya
masih ingat dengan tahapan membangkitkan fitrah seksualitas yang dibahas pada
paparan tim sebelumnya. Tahap pre dan aqil baligh, di mana anak didekatkan
kepada orang tua sesuai dengan tahapan usianya. Nah, paparan Mbah Hera dan Mbak
Lastri pada presentasi hari ketiga ini membahas lebih detail mengenai peran
orang tua dalam membangkitkan fitrah seksualitas anak.
1.
Pendidikan
pada usia 3-6 tahun bertujuan untuk mengenalkan anak sehingga paham perbedaan
laki-laki dan perempuan. Kegiatan yang bisa dilakukan orang tua untuk tahapan
ini adalah:
a.
Mengenalkan
organ tubuh ketika mandi dan bersuci
b.
Membagi
peran secara jelas antara ayah dan ibu saat di rumah
c.
Mengenalkan
batas aurat laki-laki dan perempuan
d.
Melatih
tidur sendiri
e.
Menjaga
hubungan suami-istri di depan anak-anak
2.
Pendidikan
pada usia 7-14 tahun dapat dilakukan melalui:
a.
Mendekatkan
anak laki-laki pada ayah dan anak perempuan pada ibu (7-10 tahun) dan
sebaliknya pada usia 11-14 tahun
b.
Anak
tidur terpisah dengan orang tua
c.
Mengenalkan
batasan aurat laki-laki dan perempuan
d.
Melatih
peran sebagai laki-laki dan perempuan melalui peran orang tua sebagai contoh
konkret
e.
Menanamkan
jiwa maskulinitas pada lelaki dan femininitas pada perempuan
f.
Mengenalkan
fungsi organ seksual
Ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan saat membangkitkan fitrah tersebut:
1. Fitrah seksualitas memerlukan
kehadiran, kedekatan, dan kelekatan anak sejak lahir hingga usia 15 tahun
dengan figur ayah dan ibu secara utuh dan seimbang
2. Suplai maskulinitas diberikan oleh
ayah sedangkan suplai femininitas oleh ibu. Idealnya, anak laki-laki
mendapatkan suplai 75% maskulinitas dan 25% femininitas, sedangkan anak
perempuan mendapatkan 75% femininitas dan 25% maskulinitas. Suplai tersebut tidak
seratus persen didapatkan karena anak pun memerlukan sebagian sifat dari lawan
jenis untuk belajar memahami pasangannya nanti saat sudah berkeluarga.
3. Penumbuhan fitrah seksualitas yang
paripurna melahirkan laki-laki dengan figur dan peran keayahan sejati dan
perempuan dengan keibuan sejati. Figur seperti ini akan memiliki akhlak yang
mulia terhadap pasangan dan keturunannya.
Bagaimana apabila anak kehilangan sosok ayah atau ibu?
Orang
tua dapat mencarikan figur pengganti dari keluarga terdekat atau komunitas.
Misalnya paman, bibi, kakek, nenek, atau figur lain dengan nilai-nilai sama,
biasanya dalam satu komunitas.
Peran Ayah dalam Pengasuhan untuk Membangkitkan Fitrah Seksualitas
Anak
Sebagai
pemimpin dalam keluarga, ayah memiliki peran yang besar untuk mendidik dan
membina anggota keluarganya: ibu dan anak-anak. Dalam pengasuhan dan pendidikan
anak, peran ayah sama besarnya dengan ibu. Bahkan dalam Islam, pendidikan anak
bukanlah kewajiban ibu secara mutlak.
Dinyatakan
dalam Al Quran, dialog antara ayah dan anak termuat sebanyak 14 kali, sedangkan
ibu dan anak hanya 2 kali. Contoh dialog ayah dan anak termuat dalam QS Luqman
yang mengajarkan mengenai akidah dan akhlak.
Seperti apakah peran ayah yang sesuai fitrah dalam pengasuhan
anak?
Seperti
dijelaskan dalam tabel di bawah ini, peran ayah lebih kepada pemimpin. Jika
diumpamakan sekolah, maka ayah adalah kepala sekolah dan ibu sebagai gurunya.
Ayah yang menentukan arah kebijakan dan kurikulum, sedangkan ibu sebagai
pelaksananya.
Ayah
memberikan nilai-nilai maskulinitas (berpikir logis, tegas, dan tega).
Fitrah Peran Ayah
|
vs
|
Fitrah Peran Bunda
|
Penanggung
jawab pendidikan
|
|
Pelaksana
harian pendidikan
|
Man of
vision and mission
|
|
Person of
love and sincerity
|
Sang Ego
dan individualistis
|
|
Sang
harmoni dan sinergi
|
Pembangun
sistem berpikir
|
|
Pemilik
moralitas dan nurani
|
Supplier
maskulinitas
|
|
Supplier
femininitas
|
Penegak
profesionalisme
|
|
Pembangun
hati dan rasa
|
Konsultan
pendidikan
|
|
Berbasis
pengorbanan
|
The person
of "tega"
|
|
Sang
"pembasuh luka"
|
Berkaitan
dengan tahapan penumbuhan fitrah seksualitas, ayah memiliki peran yang sangat
penting sesuai dengan tahapan usia dan jenis kelamin anak.
1. Usia 0-2 tahun (anak didekatkan
dengan ibu), ayah berperan dalam membantu ibu merawat anak dan membangun
kedekatan emosional dengan anak.
2. Usia 3-6 tahun (anak didekatkan
dengan kedua orang tua), ayah berperan dalam pendidikan anak seperti menemani
anak beraktivitas, memberi motivasi belajar, diskusi dengan anak, mengenalkan
emosi dan berbagi.
3. Usia 9-12 tahun, ayah berperan
menjadi sahabat yang baik, bertindak tegas namun toleran, dan untuk anak
laki-laki: mendampingi dalam aktivitas olah fisik. Ayah juga bersiap
mendampingi anak menghadapi masa pubertasnya, terutama anak laki-laki.
4. Usia 15 tahun ke atas, ayah
berperan membantu hubungan anak dengan lawan jenis, penyedia segala kebutuhan
termasuk kasih sayang, dan pembimbing spiritualitas.
Seberapa besar peran ayah dalam perkembangan anak?
Untuk
anak laki-laki, figur ayah dibutuhkan untuk memahami cara laki-laki memecahkan
permasalahan hidup dan menjalankan perannya dalam bermasyarakat.
Bagi
anak perempuan, ayah dibutuhkan untuk mengenal lawan jenis, cara bergaul, dan
proses pemilihan pasangan.
Bagaimana peran ayah dalam membangkitkan fitrah seksualitas?
1. Menguatkan pondasi keimanan anak
sejak dini
2. Mendidik anak mulai dari aspek
akidah, akhlak, sosial kemanusiaan, dan jasmani
3. Mengajarkan anak membaca dan
memahami Al Quran
4. Menjadi sosok panutan anak, dan
menunjukkan contoh sebagai figur lelaki sejati
5. Mendidik anak sesuai gendernya
Pentingnya Aqil Baligh Bersamaan
Masih
ingatkah Bunda tentang kisah Rasulullah SAW? Di usia yang masih sangat muda,
beliau sudah mandiri sebagai penggembala kambing. Pada usia 25 tahun, beliau
menjadi partner dagang Khadijah, dengan memperdagangkan harta dan meraih
keuntungan besar. Tak berapa lama beliau menikah dengan Khadijah dengan mahar
berupa dua puluh ekor unta muda. Bisa dibayangkan tentu bukan jumlah yang
sedikit.
Timpang
dengan kondisi saat ini, sebagian pemuda secara biologis berusia cukup dewasa,
masih belum cukup mandiri memutuskan hal penting dalam hidupnya. Contohnya,
masih ada mahasiswa yang biaya kuliahnya masih disubsidi oleh orang tua.
(Termasuk saya pada masanya, hehehe).
Ada
gap yang cukup besar antara kedewasaan fisik (baligh) dengan kedewasaan mental
(aqil) pada manusia masa kini. Padahal idealnya, keduanya berlangsung secara
bersamaan sehingga saat anak beranjak dewasa secara biologis (di kisaran usia
14-15 tahun), pada saat itu juga anak telah mencapai kematangan emosi dan akal.
Bagaimana caranya?
Orang
tua perlu mempersiapkan dan mendampingi masa pre aqil baligh anak agar anak
dapat menuntaskan masa aqil balighnya secara bersamaan. Di antaranya dengan
mengajarkan anak cara merawat dan membersihkan organ genital, mengajarkan
persiapan dan tanda-tanda aqil baligh, memposisikan anak sebagai orang dewasa,
membangun komunikasi yang baik dengan anak, dan membangkitkan fitrah
seksualitas anak sesuai dengan tahapan usianya.
Pengaruh Media Digital terhadap Fitrah Seksualitas
Definisi
media digital menurut Terry Flew merupakan konten media yang
menggabungkan dan mengintegrasikan data dalam bentuk suara, teks, dan gambar
yang tersimpan dalam format digital dan didistribusikan melalui lingkungan.
Dengan akses terhadap internet yang sudah luar biasa mudah, anak-anak pun kini
mudah menggunakannya sebagai hiburan atau mengerjakan tugas sekolah.
Tentunya
kebijakan dan pendampingan orang tua sangat diperlukan dalam hal ini. Masih
ingat dengan kasus penculikan anak setelah berkenalan dengan orang asing
melalui Facebook? Hal ini merupakan salah satu contoh dampak negatif yang
ditimbulkan oleh media digital. Sebagai orang tua, membangun komunikasi yang
terbuka dengan anak merupakan salah satu tindakan pencegahan agar anak
terlindungi dari bentuk kejahatan cyber.
Tentunya
orang tua juga perlu mengikuti perkembangan teknologi agar dapat memberikan
saran dan pendampingan yang baik untuk anak-anaknya.
Menjaga Diri dari Kejahatan Seksual
Kejahatan
seksual bisa menyerang siapa saja, namun biasanya perempuan dan anak-anaklah
yang paling sering menjadi korban. Secara garis besar ada 2 tindakan untuk
menghadapi kejahatan seksual ini:
1. Tindakan pencegahan agar kejahatan
seksual tidak menimpa keluarga kita
2. Tindakan solutif jika kejahatan
seksual sudah telanjur terjadi
Tindakan pencegahan
Orang
tua perlu mengenalkan pendidikan seksual pada anak-anaknya. Bisa dimulai dengan
1. Menggunakan penyebutan organ
kelamin sesuai nama ilmiahnya, misalnya penis atau vagina. Selain untuk
menghindari kerancuan, jika sewaktu-waktu ada indikasi anak mengalami pelecehan
seksual, ia dapat mengkomunikasikannya dengan bahasa yang mudah dipahami orang
lain.
2. Mengajarkan privasi pada anak,
termasuk menghargai pendapatnya jika ia merasa tidak nyaman atas sentuhan atau
tindakan orang lain kepadanya. Anak-anak perlu diajarkan mengenai konsep
"malu", "aurat", dan "privasi" sejak dini,
apalagi yang menyangkut anggota tubuhnya.
3. Mengenalkan anak dengan beberapa
perbedaan jenis sentuhan: (a) yang "boleh" (sentuhan tangan di atas
bahu dan di bawah lutut; sentuhan kasih sayang); (b) perlu
di-"waspada"-i (sentuhan di area terlarang: bawah bahu hingga atas
lutut; yang membingungkan karena tidak jelas sayang atau nafsu); (3)
"terlarang" (di area pribadi: yang hanya boleh dilihat ayah atau ibu
saat memandikan anak).
4. Membangun komunikasi terbuka dan
nyaman dengan anak, sehingga anak bisa leluasa memberitahu ketidaknyamanan yang
ia alami.
5. Memisahkan tidur anak, terutama
yang berbeda jenis kelamin untuk menghargai privasi dan aurat yang tersingkap.
Tindakan Solutif jika sudah terjadi
1. Tetap tunjukkan sikap rasional dan
kepala dingin sehingga tak terkesan hal ini terjadi karena kesalahan anak.
Tekankan pula pada anak bahwa ini bukan kesalahannya melainkan kesalahan
pelaku.
2. Dukung sepenuhnya anak, secara
emosional dan psikologis
3. Konsultasikan kondisi anak pada
pihak yang berkompeten, misalnya psikolog.
Peran Lingkungan dan Perlindungan dari Kejahatan Seksual
Orang
tua memiliki peran yang sangat besar dalam mencegah kejahatan seksual ini, di
antaranya sebagai pendidik, pengawas, panutan, dan konselor.
Lingkungan
pun memiliki peran yang tak kalah penting, yaitu melalui kegiatan tim penggerak
PKK hingga tingkat RT dan memberikan pemberdayaan kepada ibu agar mandiri
secara ekonomi sehingga tidak melakukan eksploitasi pada anak.
Referensi:
Harry
Santosa. 2019. Fitrah Based Education
Presentasi
Tim 1-9 Bunsay Batch #4 Salatiga Offline. Fitrah Seksualitas.
Syaikh
Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah (Sumber : Kitab Ar-Rahiqul
Makhtum)
0 comment(s):