Menjadi ibu menyusui biasanya tidak terlepas
dari kegiatan memerah ASI. Terlebih jika kita adalah ibu yang bekerja di ranah
publik. Berpisah sementara waktu dari Si Kecil menimbulkan konsekuensi berupa
pemberian ASI perah dengan menggunakan media tertentu.
Bagi sebagian ibu, memerah dengan tangan secara
langsung, atau yang lebih dikenal dengan teknik marmet, bisa dengan mudah
dilakukan. Beruntung sekali jika buibu menguasai teknik ini. Memerah dapat dilakukan secara efektif karena pengosongan payudara dilakukan dengan
lebih baik. Ibu juga bisa meminimalisasi penggunaan alat, sehingga menghemat
waktu untuk membersihkan pompa.
Tentang memerah dengan teknik marmet bisa
diintip di sini
dan sini.
Nah, sayangnya tidak semua ibu mahir memerah tanpa alat, termasuk saya. Makanya bisa dimaklumi jika pompa ASI menjadi salah satu senjata andalan yang menunjang pemberian ASI eksklusif.
Lalu pompa ASI seperti
yang sebaiknya kita pilih?
Saat hamil Fatha, dengan penuh percaya diri
saya sudah browsing dan mencari
review dari banyak busui lainnya tentang pompa ASI terbaik yang pernah mereka coba.
Sambil melihat kapasitas dompet, saya pun menjatuhkan pilihan pada Phillips
Avent manual. Review menyatakan bahwa menggunakan pompa ini menjanjikan
kenyamanan bagi busui. Posisi memompa dapat dilakukan dengan duduk bersandar atau tegak,
tidak harus condong ke depan seperti saat menggunakan pompa merk lain. Corong
dilengkapi dengan silikon yang empuk sehingga serasa memijat sendiri. Kebetulan
toko perlengkapan bayi langganan saya sedang memberikan diskon hingga 150 ribu
rupiah untuk pembelian pompa merk ini. Cukup menggiurkan, bukan?
Dengan semangat menggelora, saya minta ijin
suami dan segera saja pompa tersebut menjadi barang pertama yang saya peroleh untuk Baby Fatha, saat saya masih hamil 4
bulan!
Masalah mulai muncul ketika saya menggunakan
pompa ini pertama kali, beberapa saat setelah Fatha lahir. Alih-alih nyaman
seperti klaim iklan atau review banyak orang, justru rasa sakit dan perih pada
puting yang saya rasakan. Awalnya saya pikir hal ini wajar karena sebagai pemula, saya masih belajar memerah dengan pompa. Ternyata rasa sakit ini
tidak juga membaik setelah beberapa hari pemakaian. Hasil perahan pun hanya bisa setetes-dua saja.
Padahal genggaman si Phillips ini enaaak luar
biasa. Empuk dan tidak perlu mengerahkan banyak tenaga. Sayang sekali kami tak
berjodoh.
Selanjutnya perjalanan menemukan pompa terbaik mengarah pada
Pigeon Manual. Bersyukur sepupu yang sama-sama baru saja menjadi busui mendapat
kado pompa berlebih. Saya mendapatkan satu set Pigeon Manual incaran saya darinya. Segera saja, acara memerah pun menjadi lancar dan
menyenangkan. Payudara tidak lagi terasa “penuh” setelah diperah.
Terima kasih, Ummi Mbak Bulan :D
Saya jadi berpikir. Apa kira-kira penyebab ketidakcocokan dengan Si mungil Avent ini?
Usut punya usut, Si Avent tidak cocok di payudara saya karena ukuran corongnya yang terlalu sempit. Sebelum
menyusui Fatha, puting payudara saya bertipe “inverted” alias mendelep. Boro-boro terlihat putingnya,
ketika dicoba timbulkan dengan spuit supaya keluar, yang ada malah makin perih.
Ternyata setelah tekun menyusui Fatha dan si puting mulai terlihat, barulah
ketahuan bahwa ukuran si puting ini cukup besar. Saat memerah dengan Si Avent, bagian dinding corong pompa menggesek permukaan puting hingga
perih dan lecet.
Terbayang kan sakitnya. Menyusui anak saja masih dalam tahap belajar, ditambah lecet karena pompa pula.
Ketika akhirnya beralih ke pompa kedua, corong
pompa sudah disediakan oleh pabrikannya dalam dua ukuran. Apabila tidak
cocok dengan ukuran standar, maka bisa beralih pada ukuran yang lebih besar.
Itulah mengapa akhirnya saya lebih merasa nyaman dengan Si Pigeon ini.
Pun ketika akhirnya harus kejar tayang
memenuhi kebutuhan ASI perah saat Fatha diinapkan di RS, saya memutuskan
membeli Spectra 9+ dengan corong ganda yang bisa dipakai memompa sembari
memejamkan mata. Ukuran corong Spectra ini bisa di-upgrade ke ukuran yang lebih besar. Pompa ini sangat membantu
ketika saya butuh istirahat namun dikejar target memerah.
Gambar diambil dari web Spectra Baby Indonesia di
alamat ini
Apalagi jika kedua corongnya digunakan bersamaan dengan menggunakan handsfree bra, kita bisa melakukan aktivitas lain (mengetik, membaca, atau bahkan tidur-tiduran dalam posisi duduk). Biarkan Sang Pompa yang bekerja.
Memang benar, memilih pompa ASI memang sangat tricky. Salah-salah, hasil perahan tidak
bisa maksimal dikeluarkan atau lebih parah lagi, puting jadi lecet.
Berdasarkan pengalaman saya menemukan kecocokan hingga klik dengan pompa ASI yang sekarang ini saya pakai, ada beberapa poin yang bisa ibu-ibu jadikan
bahan pertimbangan saat akan berburu pompa, yaitu:
- Kisaran
harga tidak melebihi budget yang
dimiliki
Kita sendiri yang paling tahu
kondisi keuangan kita. Saat ini pompa ASI memiliki kisaran harga yang sangat
luas. Dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Umumnya harga pompa manual lebih
murah daripada pompa elektrik. Harga pompa elektrik dengan corong tunggal biasanya
juga lebih ekonomis daripada corong ganda.
- Menentukan
jenis pompa, manual atau elektrik
Selain karena pertimbangan harga, memilih pompa
manual atau elektrik tentunya didasarkan karena kebutuhan. Berdasarkan info di sini,
bagi ibu-ibu yang memiliki frekuensi memerah lebih sering, katakanlah 2-3 jam
sekali memang direkomendasikan menggunakan jenis pompa elektrik karena lebih
praktis. Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan volume hasil perahan yang sama cenderung lebih singkat.
Bagi saya pribadi, ada beberapa pertimbangan yang perlu dipikirkan sebelum menentukan jenis pompa. Ringkasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini.
Dari
segi kenyamanan, saya lebih memilih pompa manual. Saat harus bepergian ke luar
kota, si pompa manual bisa disimpan dalam satu kotak plastik yang tidak terlalu
besar.
Saat digunakan pun, saya merasa proses “pengosongan”
(dalam tanda kutip, karena kenyataaannya, payudara tidak benar-benar kosong
setelah disusukan atau diperah) lebih optimal bila dibandingkan dengan pompa
elektrik. FYI, saya memerah dengan teknik hands-on
pumping. Penjelasan lebih lengkap ada di
sini. Prinsipnya adalah mengoptimalkan kerja pompa ASI dengan pijatan
menggunakan tangan.
- Pastikan
ukuran corong pompa pas dengan ukuran puting
Sebelum memutuskan membeli pompa,
tidak ada salahnya kita lakukan test drive, mencoba dahulu beberapa jenis pompa incaran. Memang,
tidak disarankan bergantian menggunakan pompa karena seperti halnya cairan
tubuh lain, ASI pun bisa mengandung kuman penyakit. Menyewa bisa menjadi
pilihan jika tujuannya hanya ingin mencoba kecocokan. Lebih disarankan, kita
tetap mengganti bagian yang langsung berkontak dengan cairan ASI seperti botol,
corong, dan valve dengan yang baru.
Beberapa merk bahkan memberikan
fasilitas trial produknya, dengan
catatan kita membeli sendiri botol, corong, dan valve-nya.
Bagi ibu-ibu yang tidak memiliki masalah dengan morfologi puting, alias dari sononya sudah terlihat jelas ukurannya, menentukan ukuran corong cukup mudah dilakukan. Cukup dengan memperkirakan apakah puting kita ada di size standar, atau ekstra.
Bila ingin memastikan lebih akurat, siapkan saja penggaris dan ukur diameter puting. Meski proses menyusui bisa memperbesar diameter puting, perubahannya tidak terlalu signifikan.
Diameter puting ini nantinya bisa digunakan sebagai dasar menentukan ukuran corong. Langkah lebih jelasnya bisa disimak di web Medela berikut ini.
Singkatnya menurut Medela, pengukuran puting dilakukan tanpa memperhitungkan bagian areola.
Kemudian pilih ukuran corong sedikit di atas ukuran puting. Medela sudah punya patokannya sendiri sebagai berikut. Merk lain menyesuaikan.
Secara umum berikut ilustrasi yang diberikan Medela mengenai pas tidaknya ukuran puting terhadap corong.
Beruntunglah buibu dengan size standar. Ada beragam pilihan merk pompa. Namun jika kita memiliki size yang tidak pasaran, jangan khawatir. Merk pompa seperti Spectra atau Medela sudah punya banyak variasi ukuran corong, dari XS hingga XL :)
Jika buibu tidak ingin repot mengukur dan menghitung, saran saya, pilihlah pompa yang sudah menyediakan beberapa ukuran corong dalam satu paket pembelian. Pigeon, contohnya.
- Pilih merk dengan kemudahan mendapatkan suku cadang
Pemakaian pompa yang terus-menerus memang berisiko beberapa komponennya aus dan harus diganti. Misalkan saja, valve atau katup karet yang bertanggung jawab terhadap kekuatan hisapan pompa. Bagian ini rentan robek terutama jika kita kurang berhati-hati saat mencuci.
Beberapa merk yang saya sebutkan di atas dapat dengan mudah ditemukan di beberapa toko baik online maupun offline. Sayangnya beberapa merk lain bukan hanya susah didapatkan suku cadangnya. Ketika ada toko yang menjual, harganya ternyata hampir sama dengan harga beli satu unit pompa dalam kondisi baru.
Kan sebel :(
- Memerah sama prinsipnya dengan menyusui
Poin terakhir, prinsip memerah sama dengan menyusui secara langsung. Supply on demand. Jika ingin hasil perahan banyak, maka frekuensi memerah pun harus teratur. Idealnya, seperti halnya menyusui langsung, memerah ASI bisa dilakukan setiap 3 jam selama ibu berpisah dari bayinya.
Sebagus dan seoke apapun pompanya, jika kita tidak rajin memerah, maka produksi ASI bisa turun drastis.
Jadi, sudah bisa mantap menentukan pilihan ya Bu? Jangan lupa meniatkan ikhtiar kita memerah dan menyusui sebagai bagian dari ibadah, memenuhi hak anak. Semoga dilancarkan dan dimudahkan setiap prosesnya dan sukses menyusui hingga 2 tahun penuh. Aamiin..
Sumber Bacaan
Raisa Angelin. 2018. Tips Memilih Pompa ASI yang Baik dan Sesuai Kebutuhan. Jangan
Asal Beli Biar Nggak Merugi. https://www.hipwee.com/wedding/tips-memilih-pompa-asi-yang-baik-dan-sesuai-kebutuhan-jangan-asal-beli-biar-nggak-merugi/
Diakses pada 8 Februari 2019.
0 comment(s):