Home Top Ad

Responsive Ads Here

Search This Blog

Beberapa hari belakangan ini, aku merasa Fatha makin sulit untuk diajak bekerja sama. Ada saja alasannya ketika kuminta ia membereskan maina...

Prinsip CINTA: Mencintai dengan Lebih Baik

Beberapa hari belakangan ini, aku merasa Fatha makin sulit untuk diajak bekerja sama. Ada saja alasannya ketika kuminta ia membereskan mainan, mandi, makan, atau menyikat gigi.

Mengingat kembali prinsip CINTA yang baru saja kupelajari lewat program pelatihan Relawan Keluarga Kita (RANGKUL), aku mencoba merefleksikan keadaan dan mengurai satu persatu masalahnya. Oh ya, sebelumnya mari berkenalan dengan prinsip CINTA.

Setiap orang tua pastilah mencintai anak-anaknya dengan jumlah yang besar. Namun kadang, cara mencintainya masih belum tepat. Mencintai, namun menimbulkan luka di hati sang anak. Cara mencintai yang benar diajarkan lewat prinsip cinta ini:

C: cari cara

Pengasuhan adalah perjalanan jangka panjang yang membutuhkan proses dan pembelajaran yang tidak instan, baik bagi orang tua maupun anak. Untuk mencapai tujuan pengasuhan, dibutuhkan pemahaman orangtua atas kondisi anak secara menyeluruh, yaitu usia, tahap perkembangan dan sifat bawaan anak. Dalam pengasuhan, orangtua perlu bersikap fleksibel dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang terjadi pada anak saat kejadian berlangsung.

Ketika muncul masalah, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu menginisiasi pengumpulan informasi dengan cara observasi; menggali informasi dengan diskusi dari hati ke hati; dan mencari beberapa alternatif solusi tindakan atau perlakuan apa yang bisa digunakan dan memilih yang termudah.

I: ingat impian tinggi

Ada perasaan iba dan kasihan ketika melihat anak kesulitan mengerjakan tugas sekolahnya. Jika ingin mengambil jalan pintas, orang tua akan bertanya dan membantunya mengerjakan. Tapi mengingat impian tinggi, tentu saja kami berharap anak akan mandiri ke depannya. Untuk itu yang kami lakukan adalah bertanya dan mencoba berempati dengan kesulitan yang ia hadapi. Langkah selanjutnya adalah meminta izin dan mengajaknya mencari jawaban bersama-sama sambil menyemangati bahwa dia pasti bisa mengerjakan. Tak perlu takut salah.

Fatha, anak pertama kami, berusia tiga tahun. Anak usia tiga tahun senang diperhatikan. Ternyata inilah alasan mengapa Fatha suka sekali memanggil kami orang tuanya untuk melihat apa yang sedang ia lakukan.

Fatha butuh dibacakan buku, namun sudah mampu memahami isinya dan mampu menceritakan kembali, berkaitan dengan aktivitasnya sehari-hari. Fatha juga suka sekali bercerita. Apalagi jika malam menjelang tidur. Ternyata tidak boleh memotong pembicaraannya karena akan melukai egonya. Untuk itu kami perlu mencari cara bagaimana mengajaknya tidur sesuai rutinitasnya tanpa menyakiti hatinya dengan memotong pembicaraan.

N: (me)nerima tanpa drama

Anak masih terus belajar mengelola emosinya. Untuk itu, sudah seharusnya orang tua yang belajar mengendalikan emosi, dan bukan justru terpancing dengan ulah anak.

Contohnya, saat anak usia sekolah merasa lelah dengan aktivitas belajar. Sehari-hari ia sudah disibukkan dengan les, dan menjelang ujian diminta oleh ibunya mempersiapkan diri dengan membaca bab 1-3 pelajarannya. Ibu tentu ingin anak mendapatkan hasil terbaik bagi anaknya. Namun menurutku, ada baiknya jika ibu mengabulkan sejenak keinginan anaknya untuk bermain dengan batasan waktu, lalu meminta komitmennya untuk kembali ke rumah dalam kondisi siap belajar kembali. Mungkin lain waktu, anak perlu dimintai pendapat, bagaimana model belajar yang ia sukai, termasuk bicara dari hati ke hati mengenai minat belajarnya.

Sebagai orang tua, kami akan mengizinkan anak untuk bermain dengan batasan waktu, misalkan hanya satu jam. Lalu setelahnya, anak harus segera pulang untuk mandi dan bersiap-siap belajar lagi. Di lain waktu, kami akan mengajaknya bicara dari hati ke hati mengenai model belajar yang ia sukai dan ke mana minat belajarnya.

Berpikir bahwa untuk kepentingan anak, orang tua tidak boleh langsung emosi dan menyalahkannya. Kami harus tetap berkepala dingin, melakukan kontak fisik seperti memeluk atau mengelus kepalanya. Jika ia sudah siap, baru kami akan menjalankan strategi bicara dari hati ke hati untuk menemukan akar permasalahannya 

T: tidak takut salah

Berbicara tentang kesalahan, ada tiga hal yang langsung muncul dalam pikiranku: kesalahan sangat mungkin terjadi, bisa diperbaiki, dan berusaha tidak mengulangi. 

Saat menemukan kesalahan, jika menyangkut orang lain, tentu akan ada perasaan bersalah. Sebaliknya, jika menyangkut diri sendiri, tentu akan ada perasaan, "mengapa bisa terjadi? mengapa saya tadi seperti itu?" Namun kembali, aku harus tetap bisa mengelola emosi dan tidak malah makin menyalahkan diri sendiri.

Respon yang kemudian muncul pun berbeda. Jika menyangkut diri sendiri, maka aku akan segera mencari akar penyebab dan mencari cara untuk memperbaiki akibat yang ditimbulkan. Setelahnya, aku akan mencari cara untuk mencegah kesalahan tersebut terulang. Jika menyangkut orang lain, tentu saja ada perasaan bersalah. Untuk itu, yang dilakukan pertama kali adalah meminta maaf. Selanjutnya perlu refleksi seperti yang kutulis sebelumnya.

A: asyik main bersama

Bermain adalah melakukan aktivitas menyenangkan dan bersifat rekreasi. Bermain bersama adalah cara efektif untuk membuat anggota keluarga lain merasa keberaadaannya dihargai dan dianggap penting. Pengalaman ini akan berdampak positif pada kualitas hubungan.

Humor efektif untuk membantu mengurangi ketegangan dan melihat suatu kondisi (misal: krisis keluarga) dengan lebih positif. Humor dan bermain menjadi memori yang berarti dan melekatkan hubungan.

Ada tiga hal yang langsung hinggap dalam pikiranku jika berbicara tentang “bermain”, yaitu: hangat, seru, dan akrab. Tiga aktivitas ini juga jadi andalan untuk melakukan waktu berkualitas bersama keluarga: berkumpul di kamar atau ruang keluarga, asyik bercerita dan saling menimpali , makan bersama, Jalan-jalan bersama

Kembali pada prinsip CINTA dan mencintai secara lebih baik, kemarin aku berusaha untuk tidak menggunakan nada tinggi dan memerintah Fatha untuk membersihkan remah-remah makanan yang ia tumpahkan.

Aku mulai menggunakan prinsip kelima, “asyik main bersama”.

“Kak, mau dengar cerita ibu?” tanyaku memulai strategi. Mata Fatha berbinar dan mulai mendekatiku.

“Ada semut-semut kecil yang sedang menuju kamar kita. Mereka berlarian sambil berkata, ‘lihat, ada makanan di sana. Ayo kita ambil’, ucap semut paling besar. Ih, itu, semutnya sebentar lagi datang. Kita bersihkan dulu remah-remahnya supaya para semut tidak jadi datang, ya,” aku berusaha bercerita sedramatis mungkin.

Sesuai ekspektasiku, Fatha langsung mengambil remah-remah coklat dan meletakkannya ke tanganku.

“Ayo kita buang, Bu”.

Aku tersenyum sembari mengucap syukur. Berkurang satu drama dan konflik hari ini.

 

Sumber bacaan:

Najelaa Shihab. Keluarga Kita: Mencintai dengan Lebih Baik. Cetakan Keempat. 2020. Penerbit Buah Hati: Jakarta.



1 comment:

  1. Baguuss Kak..
    Aku relate banget sama yang menerima tanpa drama..
    Meskipun aku blm punya anak, tapi sering kali terjadi drama saat berhubungan sama bos & rekan kerja 😅

    Terima kasih sharingnya Kak 🙏🏻😊❤

    ReplyDelete