Home Top Ad

Responsive Ads Here

Search This Blog

"Ibu jangan kerja. Sudah, di rumah saja,"    Beberapa pekan terakhir, Fatha (3 tahun) mengucapkan kata-kata itu hampir tiap pagi. ...

Mengapa Ibu Harus Kreatif?


"Ibu jangan kerja. Sudah, di rumah saja," 

 

Beberapa pekan terakhir, Fatha (3 tahun) mengucapkan kata-kata itu hampir tiap pagi. Rontok rasanya hati ini. Terlebih bila ia melanjutkan, 


"Aku sedih kalau ibu kerja."

 

Setiap ibu pasti punya tantangannya masing-masing. Tak terkecuali aku, seorang ibu yang bekerja di ranah publik. Pagi hari, kutinggalkan anak-anak dengan menguatkan hati, mereka akan baik-baik saja, di bawah pengawasan orang terpercaya. Sore - atau malam hari jika terpaksa lembur - kujumpai mereka dengan sedikit rasa bersalah dan tubuh yang lelah, memastikan masih bisa membersamai mereka tanpa amarah. 

 

Tiap detik yang kami miliki menjadi sangat berharga. Tak jarang, ketika sedang bersiap-siap pergi ke kantor pada pagi hari, Fatha akan merayuku, 

 

"Ibu temani Kakak main, yuk," atau... 

 

"Ibu bobok saja sini sama Kakak."

 

Jika menuruti kata hati, inginnya kuhampiri ia, memeluknya, dan kembali menarik selimut, sembari melakukan pillow talk. Sambil memikirkan win-win solution, biasanya aku akan mengambil woven wrap kesayangan, lalu mengajaknya beraktivitas dengan meletakkannya dalam gendongan.


Adakalanya, Fatha bersikukuh memintaku tidak meninggalkannya pergi. Jika sudah seperti itu, aku harus memutar otak mencari cara membuatnya melepasnya tanpa drama. Di sinilah aku merasa pentingnya kreativitas seorang ibu. Ia harus bisa selalu mencari cara untuk tetap membersamai anak-anaknya dengan cinta. Beberapa langkah yang sering kuterapkan di antaranya:


  • Menerima kenyataan bahwa kondisi tidak ideal ini harus dialami. Menepis rasa bersalah, karena banyak hal yang sudah kulakukan untuk mereka, anak-anakku. Memasakkan mereka makanan kesukaan, menemani bermain, membacakan buku, menanyakan perasaan mereka, dan berusaha untuk tetap berkepala dingin saat menghadapi tantrum mereka. Aku percaya, di balik segala kekurangan dan kelemahanku sebagai ibu, lebih banyak hal baik yang sudah kulakukan untuk mereka. Dengan begitu, rasa bersalah sedikit demi sedikit bisa pudar.
  • Mencari banyak referensi tentang permainan anak-anak. Saat ini menemukan ide permainan anak sudah sangat gampil surampil. Tinggal buka peramban di ponsel, ketikkan kata kunci, lalu voila! beragam alternatif permainan yang dicari langsung tersedia. Jika ingin versi lebih spesifik, bisa dengan mengunduh dan memasang aplikasi Chai's Play di ponsel. Beberapa jenis permainan yang disukai Fatha adalah meniup gelembung sabun, memotong kertas, atau bermain kuda-kudaan. Menjanjikannya satu sesi permainan tersebut sepulangku dari kerja hampir selalu dapat menaklukkan hatinya.
  • Mengikuti intuisi ibu dan kemauan anak. Setelah menemukan berbagai ide dari internet, supaya tak mudah galau, sebaiknya kita tetap berpegang teguh pada visi dan misi keluarga yang sudah ditetapkan. Kita tak mudah galau dengan arus informasi yang didapatkan dari mana-mana karena sudah tahu ke mana keluarga kita akan dibawa: mana prioritas yang akan dipilih dan model pengasuhan seperti apa yang akan diterapkan. Bahwa yang terpenting adalah fokus pada kebutuhan anak dan tidak perlu membandingkannya dengan anak lain. Tugas ibu adalah mengarahkan, mendampingi, dan membersamai anak dalam belajar.
  • Bersikap fleksibel dan meyakini bahwa anak tidak berniat mempersulit urusan kita. Anak-anak hanya ingin mendapat perhatian dari orang tuanya. Selalu ada motif yang mendasari setiap perilaku mereka yang kadang kita anggap annoying. Memahami peristiwa dari sudut pandang anak hampir selalu dapat mengurangi konflik yang terjadi. Contohnya, saat beberapa hari lalu kutemukan Fatha merendam boneka hafiznya di dalam ember, ingin rasanya aku berteriak, "Ibu menabung sekian lama untuk membelikanmu boneka itu, Naaak.. Kenapa usianya hanya sampai tiga tahun?"  Namun setelah menahan diri untuk tidak reaktif, kutemukan jawaban yang mencengangkan. "Kakak mau mengajari Hafiz wudhu, Bu." Surutlah emosiku berganti rasa haru.

 

Menjadi ibu sejatinya adalah terus belajar. Dengan terus mengasah kreativitas dan intuisi sebagai seorang ibu, semoga menjadikan kita ibu yang terbaik bagi anak-anaknya. Ibu yang tidak menggoreskan luka di hati anak-anaknya, yang membekas hingga mereka dewasa. Aamiin..

 

#hari1
#ch5kepenulisan
#clustersolutif
#bundaproduktif
#institutibuprofesional

0 comment(s):