Disclaimer: Artikel ini sudah dimuat dalam e-book "Pakar Menulis" Co House 5 Cluster Solutif Hexagon City, dalam memenuhi program Bunda Cekatan Ibu Profesional.
Pernahkah ibu-ibu merasakan hal
yang saya rasakan? Anak dicap kurus, kecil, dan kurang gizi oleh orang lain?
Padahal kita sebagai ibunya merasa si anak baik-baik saja, kok. Biarpun terlihat langsing, tapi makannya lahap, lincah pula.
Saya sering sekali mengalami
judgement seperti ini. Apalagi jika
Fatha sedang bergaul dengan teman-teman dan tetangga sebayanya. Orang-orang
akan membandingkan kenampakan fisik mereka. Baper?
Sempat pada awalnya. Namun sejak berusaha menanamkan pikiran yang positif dalam
otak, kebaperan itu tergantikan oleh rasa syukur.
Nah, masalahnya untuk
menanamkan pikiran positif tadi, perjalanan panjang berliku harus dihadapi.
Beberapa macam ikhtiarnya adalah dengan menuntut ilmu dan membentuk support system yang baik.
Beruntung sejak hamil,
saya sudah sering sekali mengajak diskusi suami dan ibu untuk menyepakati
bagaimana model pengasuhan yang nantinya akan kami terapkan. Ah ya, karena
rencananya selepas cuti melahirkan, ibu saya alias Uti Fatha tidak mengijinkan
Fatha diasuh oleh orang lain, maka beliau menjadi salah satu target sounding saya. Tujuannya tentu
saja agar kami semua sepemahaman saat membesarkan Fatha. Insya Allah support system sudah bisa terbentuk
dengan baik.
Urusan menuntut ilmu,
selain sering berdiskusi dengan bidan dan dokter spesialis kandungan tiap
kontrol, saya juga bergabung dalam grup WA ibu hamil-ibu menyusui di kota saya.
Meski jarang kopdar, tetapi banyak ilmu berseliweran di sana. Termasuk berbagai
WAminar yang sering diadakan.
Setidaknya ada beberapa
hal yang membuat saya lebih tenang berkaitan dengan tumbuh kembang anak:
1.
Gunakan indikator yang tepat
Daripada menggunakan
mata sebagai alat ukur (kami menyebutnya “matameter”), lebih tepat memanfaatkan
kurva tumbuh yang sudah dibuat berdasarkan penelitian yang valid. Ada beberapa
versi kurva tumbuh atau growth chart,
di antaranya kurva tumbuh CDC dan WHO.
Saya pribadi lebih
nyaman menggunakan kurva tumbuh versi kartu menuju sehat (KMS) di buku KIA.
Memang sumbernya dari WHO, hanya saja karena dibuat lebih berwarna, berbahasa
Indonesia, sudah dicetak, diberikan gratis pula (uhuk), jadilah memanfaatkan yang sudah ada. Selain itu, kurva
tumbuh versi KMS mengadaptasi dari standar WHO yang lebih diperuntukkan ke
banyak negara di dunia, bukan hanya Amerika saja seperti halnya CDC. Jadi
standarnya lebih umum digunakan.
Setelah KMS sudah ada,
selanjutnya yang perlu dilakukan adalah…
2.
Rajin mengukur dan menimbang
Biasanya di Posyandu
yang diadakan sebulan sekali, bayi dan balita akan ditimbang berat badan serta
diukur panjang/tinggi badan serta lingkar kepalanya. Sayangnya, tidak semua
posyandu memiliki kondisi ideal seperti itu. Posyandu di tempat tinggal kami,
misalnya. Bayi dan anak hanya ditimbang berat badannya. Nah, kalau sudah
begini, orang tua yang harus berinisiatif mengukur sendiri tinggi badan dan
lingkar kepala anak.
Cara Menimbang BB serta Mengukur TB dan LK
·
Menimbang berat badan
Perubahan berat badan
mudah diamati dalam waktu singkat dan menunjukkan status gizi saat ini. Bagi bayi (usia 0-1 tahun),
penimbangan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan timbangan khusus bayi.
Alasannya karena ketepatan pengukuran lebih tinggi bila dibandingkan dengan
jenis timbangan badan lainnya. Saya mengandalkan timbangan badan di Posyandu
yang mana ternyata ada beda lumayan signifikan dengan timbangan yang ada di
Puskesmas tempat ia biasa divaksinasi, atau di klinik tempat dokter biasa
periksa.
Akhirnya setelah Fatha
bisa berdiri, saya sengaja membeli timbangan badan digital dengan ketepatan 0,1
kg. Tujuannya supaya ia bisa ditimbang dengan timbangan yang sama setiap bulan
dan terlihat nyata peningkatan atau penurunan yang terjadi. Tidak galau lagi
ketika timbangan seakan tidak naik, ternyata hanya karena masalah timbangan
yang berbeda.
·
Mengukur panjang badan/tinggi badan
Pertambahan PB atau TB
terjadi akibat pertambahan massa tulang. Pertambahan ini menunjukkan status
gizi pada masa lampau. Istilah PB merujuk pada hasil pengukuran dengan posisi
berbaring. Biasanya dilakukan pada bayi atau anak usia 0-2 tahun. Pengukuran PB
biasanya menggunakan alat berupa infantometer. Tinggi badan dilakukan pada
posisi berdiri dan dilakukan pada anak usia 2 tahun ke atas. Untuk ketepatan
metode pengukuran, TB diukur dengan menggunakan microtoise.
Masalahnya, posyandu
kami tidak menyelenggarakan pengukuran kedua parameter ini secara rutin.
Akhirnya saya dan suami berinisiatif untuk sebulan sekali mengukur PB Fatha
dengan menggunakan meteran kain. Biasanya Fatha dibaringkan di atas permukaan
yang datar tetapi tidak terlalu keras, misalnya matras. Kami kemudian membuat
garis pada batas puncak kepala Fatha dan bagian tumitnya. Kami juga memastikan
bahwa posisi badannya sudah lurus, kaki tidak menekuk. Memang tidak bisa
dikatakan benar-benar valid, tetapi setidaknya kami memiliki gambaran mengenai
kondisi tinggi badan Fatha.
Adakalanya Fatha kami
ukur TB dengan posisi tumit merapat ke dinding, badan tegak dan rapat menempel
ke dinding. Bagian puncak kepala ditandai dengan pulpen. Setelahnya, kami
menggunakan meteran, atau yang termutakhir, stiker dinding pengukur tinggi
badan anak.
·
Mengukur lingkar
kepala (LK)
Lingkar kepala dapat
diukur dengan menggunakan meteran jahit, misalnya. Caranya dengan melingkarkan
alat ukur dari atas bagian alis melewati bagian belakang kepala yang terbesar.
Angka-angka yang sudah
diperoleh dari hasil penimbangan dan pengukuran tadi kemudian diplot ke dalam
kurva tumbuh dalam KMS.
Menganalisis Hasil Penimbangan dan Pengukuran
Tahap terakhir seusai
melakukan penimbangan BB serta pengukuran PB/TB dan LK adalah memasukkan
nilainya pada kurva tumbuh.
Di mana kita bisa mendapatkan
kurva tumbuh?
Kurva tumbuh bisa
diperoleh melalui browsing di internet, atau cara paling mudah adalah
dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang menjadi bagian dari buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Tentu setiap anak ibu
sudah memiliki buku KIA-nya masing-masing, ya. Sejak masa kehamilan, fasilitas
kesehatan (faskes) akan memberikan ibu hamil buku KIA untuk diisikan riwayat
kehamilan dan kesehatannya dan dilanjutkan hingga si kecil lahir.
Sebelum mulai mem-plotting angka-angka hasil pengukuran,
pastikan ibu sudah menemukan kurva yang sesuai dengan jenis kelamin anak.
Biasanya grafik berwarna biru untuk anak laki-laki dan merah muda untuk anak
perempuan. Total ada 4 kurva yang akan diisi.
1.
Kurva BB terhadap usia
Contoh kurva di atas adalah
kurva berat badan terhadap usia untuk
anak perempuan. Di bagian bawah (sumbu X), terdapat keterangan usia bayi
dalam satuan bulan. Sumbu Y atau garis vertikal menunjukkan berat anak dalam
kilogram. Ibu bisa membubuhkan titik pada batas pertemuan usia dengan berat
badan. Misalnya, Nadin lahir dengan berat 3,25 kg dan pada usia 1 bulan
memiliki berat 4,25 kg. Maka plot angka-angka tersebut pada kurva sebagai
berikut.
Berat dikatakan naik jika kedua titik mengikuti tren BB
sebelumnya. Berdasarkan contoh di atas, maka BB Nadin naik karena ia melampaui
garis hijau tua bawah menuju atas. Kenaikan BB-nya pun melampaui kenaikan berat
minimal (KBM), yaitu 800 gram untuk usia 1 bulan.
BB dikatakan tidak naik apabila BB bulan berikutnya
turun, tetap, atau naik tetapi tidak sesuai kenaikan berat minimal (KBM).
2.
Kurva TB terhadap usia
Cara plot TB hampir
sama seperti BB. Sumbu X menunjukkan usia, sedangkan sumbu Y merupakan tinggi
badan dalam satuan sentimeter (cm). Hal yang perlu diperhatikan,
tidak serta-merta apabila anak berada di nilai -2SD langsung dapat didiagnosis
sebagai "stunting" atau kerdil. Perlu dilihat faktor genetis seperti
tinggi badan orang tua dan faktor lainnya.
3.
Kurva LK terhadap usia
Lingkar kepala biasanya tidak
perlu diukur tiap bulan, melainkan tiga bulan sekali. Cara memasukkan dalam
kurva pun serupa seperti BB dan TB. Sumbu X menggambarkan usia anak, sedangkan
sumbu Y adalah lingkar kepala dalam cm.
4.
Kurva BB terhadap PB/TB
Kurva yang terakhir
ini dapat menunjukkan anak termasuk dalam kategori kurus, normal, atau gemuk.
Harap diingat bahwa yang dikatakan gizi buruk atau malnutrisi tidak melulu anak
dengan BB kurang. Berat badan berlebih pun menunjukkan adanya ketidakseimbangan
asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh anak.
Terlihat rumitkah?
Jika jawabannya "ya", jangan khawatir. Ada aplikasi
"Primaku" dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang mempermudah
kita menganalisis hasil penimbangan dan pengukuran si kecil. Saya pernah
menuliskan review mengenai aplikasi ini di sini.
Ibu tinggal memasukkan
nilai angka hasil penimbangan dan pengukuran, lalu voila… aplikasi Primaku yang akan memberikan kesimpulannya untuk
kita: apakah gizi si kecil baik, buruk, atau risiko berlebih. Aapkah tinggi
badan anak normal atau kurang. Serta lingkar kepala anak normal, ada kecenderungan
makrosefali, atau justru mikrosefali.
Kapan ibu perlu khawatir?
Tentu jika penimbangan
dan pengukuran menunjukkan hasil yang tidak normal. Dinyatakan dalam KMS,
apabila anak selama 2 bulan berturut-turut tidak naik berat badan, maka perlu
diperiksakan ke faskes. Yang jelas, melakukan penimbangan BB dan pengukuran
PB/TB serta lingkar kepala dapat memantau pertumbuhan Ananda. Jika ada hal-hal
yang mencurigakan, maka dapat segera diketahui dan diantisipasi sejak dini.
Semoga anak-anak kita menjadi anak yang sehat.
Sumber Bacaan:
·
Par'i,
H.M., Wiyono, S., , Harjatmo. T.P. 2017. Bahan Ajar Gizi: Penilaian Status
Gizi. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
·
Aplikasi
Primaku dan Primapro. 2018.
·
http://www.idai.or.id/news-event/news/aplikasi-primaku-dan-primapro
·
https://projectofgratitude.blogspot.com/2019/09/review-primaku.html?m=1
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances