Home Top Ad

Responsive Ads Here

Search This Blog

 Bulan Maret, 2020 menjadi salah satu bulan yang tak terlupakan dalam hidupku. Untuk kedua kalinya, aku merasakan kembali proses kelahiran...

Nadinda, Berkah Kedua

 Bulan Maret, 2020 menjadi salah satu bulan yang tak terlupakan dalam hidupku. Untuk kedua kalinya, aku merasakan kembali proses kelahiran menjadi seorang Ibu.


Sejak dinyatakan hamil pada Bulan Juli 2019, tak henti-hentinya kuucap syukur. Allah mengabulkan doa kami, aku dan suami, untuk memenuhi hak ASI selama dua tahun penuh bagi Kakak Fatha. Teringat saat di rumah bersalin, salah seorang bidan melontarkan celetukan,


“Wah, setelah ini, hamil anak kedua ya, Bu.”
 

Baik aku maupun suami terperangah. Nyeri bekas jahitan perineum masih terasa, tapi dengan ringannya Bu Bidan mengucapkannya. Aku hanya meringis bingung. Beruntung Bu Dokter Spesialis Anak yang menangani Fatha menyahut,
 

“Wah, jangan dulu dong. Berikan jarak. Setidaknya sampai Adek lulus ASI 2 tahun. Penuhi dulu haknya ya, Bu,” ucap beliau seraya tersenyum. Kujawab senyumannya dengan sunggingan tipis di bibir sambil mengaminkan doa beliau.
 

Ternyata doa itu diijabah oleh Allah. Hitunganku, tepat saat Fatha berusia 2 tahun, aku hamil lagi. Saat mengetahui garis dua pada testpack yang kugunakan, masih belum terpikirkan dalam benakku untuk menyapih Si Kakak.
 

Pada akhirnya, Fatha menyapih dirinya sendiri. Ia tak mau lagi menyusu padaku. Entah karena rasa ASI yang berubah, atau ia sendiri yang merasa tak lama lagi akan menjadi seorang Kakak.
 

Kehamilan kedua kurasakan lebih tenang, santai, dan tidak banyak drama. Kalaupun ada keluhan, hanya tubuh yang lebih mudah merasa lelah. Maklum, usiaku sudah kepala tiga. Hehehe..
Berbagai program persiapan persalinan kuikuti meski tak seintens saat kehamilan Fatha. Kelas prenatal hanya kuikuti sekali untuk menyegarkan ingatan mengenai ikhtiar persalinan secara nyaman dan aman. 

Kelas senam dan yoga juga kuikuti. Saat itu belum ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat pandemi Covid-19. Kak Fatha masih selalu mengantarkanku saat mengikuti setiap kelas persiapan tersebut. Sampai saat ini ia masih mengingat setiap detail gerakan dan peralatan yang digunakan saat yoga. Bahkan ia bisa bercerita dengan lancar bagaimana ia bermain perosotan, ayunan, hingga ikut mencicipi susu hamil ketika mengantar ibu ke RSIA.
 

Aku makan dan minum dengan lebih lahap saat itu. Berbeda dari kehamilan pertama yang benar-benar memikirkan gizi dan kalori yang masuk, serta kualitas makanan yang harus benar-benar prima. Kali itu, apapun yang bisa membangkitkan nafsu makan, ku lahap habis. Termasuk berbagai macam junk food.
Sampai akhirnya saat beberapa minggu menjelang HPL, hasil pemeriksaan USG menunjukkan bobot bayi sudah cukup besar, 3,4 kilogram.
 

"Ketika nanti anakmu divonis besar, cukup kurangi asupan gula. Tak perlu membatasi makan besar: nasi, lauk, sayur, dan buah-buahan. Lebih baik berat bayi besar daripada kurang," beberapa orang sahabat meyakinkanku untuk tidak melakukan diet.
 

Keputusan yang tepat, karena saat lahir, BB bayi justru tidak sampai 3,4 kilogram seperti prediksi awal :)
 

Aku sudah cuti dari kantor saat usia kehamilan 38 pekan. Rasa hati ingin mengundur waktu cuti menjelang usia 40 minggu karena belajar dari pengalaman Fatha yang lahir saat lewat 40 minggu. Bu Bidan yang aku temui ketika kontrol mingguan pun menyarankan untuk mengajukan cuti mepet hari. Sebaliknya, dokter spesialis kandungan berpendapat bahwa persalinanku akan maju dari hari perkiraan lahir (HPL). Pasalnya bayi sudah cukup matang dan posisinya sudah siap untuk “meluncur”.
 

Apa daya, badan dan pikiran rasanya sudah cukup letih dengan pekerjaan kantor. Apalagi saat itu aku masih mengemudikan kendaraan sendiri pulang-pergi setiap hari. Akhirnya kuputuskan untuk mulai cuti tepat di usia kandungan 38 minggu. Keputusan yang sangat tepat menurutku karena Si Kakak Fatha ternyata butuh didampingi dan dipersiapkan perasaannya dengan kehadiran adik baru.
 

Sempat khawatir karena hanya berdua Fatha. Suami bekerja di luar kota dan ibuku yang memiliki tanggung jawab lainnya, merawat nenek (Yangyut Fatha) yang sedang sakit. Kekhawatiran yang kucurhatkan pada Bu Bidan.
 

“Jangan khawatir, Mbak. Sekiranya nanti cuma berdua, Kakak dibawa saja ke klinik untuk menemani,” saran Bu Bidan menenangkan. Saat itu aku membayangkan ketika merasakan gelombang kontraksi, harus pergi ke klinik sambil menggandeng Fatha. Tak terbayang kerepotannya.
 

Allah memang yang paling tahu mana yang terbaik untukku dan kami sekeluarga. Beberapa hari menjelang HPL, adikku, Om Kak Fatha, pulang karena kampusnya menerapkan kuliah daring. Seketika, beban pikiranku mengenai bagaimana Fatha nanti sudah mulai pupus.
 

Tiga hari menjelang HPL, aku merasakan kontraksi palsu yang lembut, santai, namun mulai sering. Siangnya aku memang sempat mencicipi buah durian yang kuidam-idamkan selama kehamilan. Hehehe
Sempat berpikir bahwa persalinan masih akan berlangsung beberapa hari lagi. Pasalnya rasa sakit dan nyeri yang kualami tidak seberapa sakit bila dibandingkan persalinan pertama.
 

Senja hari, setelah menunaikan Salat Maghrib, aku merasakan kantuk yang teramat sangat. Kuputuskan untuk memejamkan mata sesaat sambil merasakan nikmatnya kontraksi tiap lima menit sekali.
 

Tiba-tiba aku dibangunkan oleh sensasi basah dan rasa hangat yang mengaliri bagian bawah tubuhku. Rupanya ketuban pecah di pukul 18.45.  
 

Bergegas Adikku, Irwan, menstarter mobil dan membawaku ke klinik. Saat itu aku masih merasa tenang dan percaya jika bayi belum akan terlahir dalam waktu dekat. Aku masih bisa menghubungi suami dan memintanya pulang tanpa terburu-buru
 

“Paling lahir besok pagi, Yah,” ujarku mantap, berkaca dari kelahiran Fatha yang terjadi enam jam setelah pecahnya ketuban.


Benar saja. Pemeriksaan dalam VT (vaginal touche) oleh Bu Bidan menunjukkan bukaan masih satu sentimeter. Masih santai. Meskipun demikian Bu Bidan sudah berulang kali menjelaskan,

Pembukaan itu tidak harus dalam kecepatan stabil, Mbak. Bisa saja bukaan satu lalu loncat ke tiga, lima, tujuh, lalu sempurna.

Intensitas kontraksi makin terasa kuat dan rapat. Suamiku tiba di klinik satu setengah jam kemudian. Dan tak berapa lama, dorongan mengejan sudah kurasakan. Dalam dua kali tarikan nafas, Nadinda terlahir ke dunia. Tepat pada pukul 21.30.
 

Bayi cantik berkulit merah berambut tipis dan berbadan montok sudah berpindah dari kandungan menuju dekapan. Inisiasi menyusu dini segera dilaksanakan. Menciuminya sambil bertukar kata dengan suami, mengucap syukur tak terhingga pada-Nya. Betapa prosesnya sangat lancar dan mudah.

Malam itu kami tak langsung dapat memejamkan mata. Berulang kali kutatap mata bulat dan pipi gembul Nadin. Sambil membayangkan, betapa Kak Fatha pasti sangat senang dan tertarik bermain dengan adik barunya. Tiba-tiba rasa rinduku padanya membuncah.
 

Pertama kalinya setelah sekian lama aku menghabiskan malam tanpa memeluk Kak Fatha. Selama ini Kak Fatha selalu menemaniku ke mana-mana berdua, apalagi sejak cuti bersalinku disetujui. Rupanya beberapa kilometer di tempat yang berbeda, Kak Fatha sedang memikirkan hal yang sama. Uti dan Om Irwan menyampaikan padaku keesokan malamnya saat berkunjung ke klinik.
 

“Ibu sedang apa ya, Uti? Tadi ketuban ibu pecah ya Uti?” Matanya menerawang menahan rindu.
 

***
 

Sejak ada di dalam perut, Nadin selalu merespon baik segala pancingan yang diberikan oleh Kak Fatha. Suara kakaknya yang memanggil-manggil sering dijawab dengan tendangan-tendangan lucu di perutku. Atau elusan Kak Fatha yang disambut dengan geliat-geliat ringan Nadin.


Kini, setelah melihat mereka berdua tidur berdampingan dengan berbataskan guling dan tangan yang terpaut, doaku yang kupanjatkan bertambah..


“Semoga Allah menjadikan kalian berdua anak-anak shalih-shalihah, yang saling menguatkan satu sama lain. Yang ketika tiba saatnya mandiri, kalian bisa menjadi hamba Allah yang memberikan banyak manfaat baik untuk masyarakat dan umat. Semoga Allah mengumpulkan kami sekeluarga kembali ke surga-Nya..Semoga Allah meridhoi..”
 
 #pekanmenyusuisedunia
#NgasiYuk
#ngasiyukpeduliASI
#WABA2021
 


0 comment(s):