Saya suka sekali membaca. Sejak mulai mengenal huruf, rasanya semua genre bacaan sudah pernah saya coba nikmati. Tapi kali ini bukan itu yang ingin saya ceritakan. Bukan mengenali asal muasal atau perjalanan sejarah pengalaman membaca saya. Kali ini saya ingin bercerita sedikit tentang salah satu aliran tulisan yang pernah saya gemari pada masanya.
Namanya teenlit. Sebutan untuk berbagai novel romantis dengan target pembaca putih abu-abu atau bahkan lebih muda lagi. Novel yang mirip-mirip dengan kisah drama korea karena tokoh-tokoh perempuannya beruntung karena selalu dipertemukan dengan tokoh laki-laki yang cantik romantis, setia dan pengertian. Kondisi yang serba ideal lah. Saat itu sih saya hanya percaya tidak percaya saja dengan isi ceritanya. Nothing to lose. Membaca murni hanya sebagai hiburan dan tidak perlu terlalu dimasukkan ke dalam hati. Pun ketika usia beranjak tua dewasa, dan genre novel yang saya baca mulai merambah ke genre chicklit yang kadang bumbu ceritanya lebih "horor" karena berisi kisah percintaan tokoh yang lebih "dewasa". Secara keseluruhan hampir tidak ada yang berbeda. Tokoh perempuan sebagai center of view jatuh cinta pada pria yang salah, sebelum akhirnya menemukan cinta sejatinya tidak jauh dari rutinitasnya selama ini: entah pegawai di kedai kopi langganannya, sesama pengunjung perpustakaan kota, teman sekelas atau sekantornya, atau bahkan sahabat tempat curhatnya selama ini.
Sudah mulai bisa membaca arah pembicaraan ini? Belum? Nah, ini intinya.
Saya terlalu percaya bahwa cerita-cerita dalam novel itu terlalu dramatis. Tokoh-tokohnya pun terlalu tangguh. Dan saya bukan orang yang tangguh. Minimal dalam hal perasaan dan pengalaman cinta. Mengingat rekam jejak pacaran saya yang dihitung jari saja saja tidak bisa, saking tidak adanya :p di luar kisah cinta bertepuk sebelah tangan tentunya :D. Nah, saking inginnya saya melindungi perasaan yang rapuh itu, saya percaya bahwa suatu saat nanti, di waktu yang tepat, saya akan bisa jatuh cinta kepada lelaki yang sudah saya miliki. Bukan memperjuangkan cinta seseorang yang masih memiliki peluang untuk lepas dari genggaman. Sepertinya saya terlalu takut untuk bermain tidak aman, bukan? Tapi pada akhirnya saya mensyukuri keputusan yang saya ambil. Paling tidak sampai detik ini saya masih percaya bahwa saya mencintai lelaki yang kini jadi suami saya, dan bukan tidak mungkin rasa cinta itu makin bertambah besar lagi nanti :p.
Dan masalah perasaan sang suami kepada saya, apakah sebesar yang saya miliki atau tidak, hmmm.. Biarlah saya percaya bahwa cinta kami sama besarnya. Seperti lagu Om Andre Hehanusa,
"Yakinkan hatimu kau milikku, kar'na ku tahu engkau begitu.."
Paling tidak hal itu bisa meminimalisasi rasa khawatir saya karena tinggal berjauhan dengan suami :D.
Oya, setelah saya pikir-pikir lagi, sekarang ini saya lebih suka membaca cerita dongeng anak-anak atau kisah-kisah motivasi yang menghibur dan membangun alih-alih kedua macam bacaan berbunga-bunga tadi.. *kabur*
0 comment(s):