Home Top Ad

Responsive Ads Here

Search This Blog

"Kakak, tolong duduk dengan tenang sini," aku mematikan sejenak perangkat audio pada laptop saat menegur anak sulung. Siang ini ak...

Hal yang Kubenci


"Kakak, tolong duduk dengan tenang sini," aku mematikan sejenak perangkat audio pada laptop saat menegur anak sulung. Siang ini aku mendapat panggilan mendadak untuk mengikuti pertemuan kantor secara daring. Libur panjang yang jarang-jarang kudapatkan tiba-tiba diinterupsi dengan telepon dari atasan. Oleh karena itu, duduklah aku di hadapan layar komputer sepanjang siang ini. 


Anak lelakiku yang baru berusia tiga tahun tak juga berhenti mengitari meja ruang tamu yang kugunakan. Mulutnya masih terus mendengungkan suara yang kuyakini menirukan suara sirine pemadam kebakaran. Di saat yang sama, bosku meminta laporan kemajuan penelitian yang sedang kami kerjakan sebelum libur.


Nyaris kehabisan kesabaran, aku berteriak pada si sulung,


"Kakak, duduk!"


Setelah meminta ijin mematikan video, aku mendatangi suami yang ada di dapur.


"Yah, mohon bantuannya menjaga kakak. Aku sudah bilang tadi, minta waktu dua jam saja untuk meeting ini," nada suaraku meninggi. Sedikit emosi karena merasa suami tidak memahamiku.


"Tunggu, sebentar lagi tempenya matang," ucap suami dengan nada yang tidak sekalem biasanya.


Siang itu mood-ku memburuk. Mendapati hal tidak berjalan sesuai rencana - libur panjang yang terganggu pekerjaan dan anggota keluarga yang kurang kooperatif - membuatku uring-uringan beberapa jam kemudian.


***

Malam itu aku meluapkan kekesalanku pada suami. Kondisi lapar dan keadaan yang tidak sesuai ekspektasi adalah kelemahanku. Aku bisa merasa sangat jengkel dengan emosi yang sulit dibendung. 


"Kamu tahu, Yang?" Suami mulai menggunakan panggilan sayang. Tandanya ia sedang ingin berbicara lebih serius daripada biasanya. 


"Tadi siang aku sengaja memasakkanmu sesuatu yang bisa kau makan dulu. Kamu terlihat lelah dan lapar tadi," lanjutnya membuatku terperangah. Jadi ketika aku dibutakan emosi tadi siang, suamiku malah memikirkan bagaimana menjaga istrinya tetap waras. 


Tak dapat berkata-kata, aku pun meminta maaf dengan pelukan. Dan saat beberapa hari kemudian liburan kami berakhir, baru kusadari bahwa hal yang paling kubenci bukanlah sesuatu yang berjalan tidak sesuai rencana. Berpisah jarak dengan suami oleh sebab LDM membuatku lebih tersiksa. 


Nb: sebelum sesi ngobrol dengan suami, aku sudah meminta maaf pula pada si kecil :) 



#hari5

#ch5kepenulisan

#clustersolutif

#bundaproduktif

#institutibuprofesional

 

0 comment(s):