Judul di atas merupakan filosofi yang sering diucapkan teman-teman seperjuangan saat menemui kendala dalam pengasuhan anak, terlebih saat orang lain dirasa mulai mencampuri ranah tersebut. Sampai saat ini saya mempercayai filosofi itu. Akan tetapi dalam perjalanannya, saya sering mendapati beberapa kesulitan menemukan sejauh mana batasan parenting yang akan diterapkan untuk putra-putri kami, Fatha (3 tahun) dan Nadin (7 bulan).
***
Peran ganda sebagai seorang ibu dan pekerja, kadang membuat saya minder, dan merasa tidak seberuntung ibu-ibu dengan kesibukan di ranah domestik. Ada kekhawatiran putra-putri kami tidak terpenuhi hak-haknya dengan baik. Terlebih kondisi long-distance marriage membuat frekuensi pertemuan dengan suami hanya bisa dilakukan sepekan sekali.
Beruntung, suami adalah tipe orang yang kooperatif, terutama dalam membangun visi dan misi keluarga. Bersama suami, kami berdua sama-sama senang belajar terutama untuk kebutuhan pengasuhan Fatha dan Nadin.
Awalnya saya tipe orang yang mudah galau ketika ada seminar menarik, atau melihat tinjauan mengenai buku-buku yang dianggap bagus untuk anak. Keinginan untuk mengikuti, membeli, dan melahap habis semua materi tersebut sering tak dapat dibendung. Ingin rasanya menerapkan semua ilmu tentang pengasuhan anak yang tersebar di jagad maya.
Alhamdulillah semenjak memperbaiki metode komunikasi bersama suami, saya makin mampu menetapkan hati pada model pengasuhan anak. Tetap berpegang teguh pada visi dan misi keluarga yang sudah ditetapkan sehingga makin mudah menentukan model pengasuhan yang sesuai. Saya sudah tidak mudah galau dengan arus informasi yang saya dapatkan dari mana-mana karena sudah tahu ke mana keluarga kami akan dibawa. Kami sudah menentukan mana prioritas yang akan dipilih dan model pengasuhan seperti apa yang akan diterapkan. Hal yang terpenting adalah fokus pada kebutuhan anak dan tidak perlu membandingkan dengan anak lain. Tugas ibu adalah mengarahkan dan mendampingi anak belajar.
Bahkan saya merasa suami makin mendukung langkah mengikuti berbagai kelas pengembangan diri. Beliau selalu menyempatkan waktu mendiskusikan tugas-tugas yang harus dikerjakan bersama. Mungkin suami pun merasakan perubahan: saya tak lagi mudah uring-uringan dan makin santai ketika mendapati hal-hal berjalan tidak sesuai rencana.
Saya merasakan kehidupan makin tertata rapi, apalagi semenjak belajar mengenai bullet journal. Agenda kegiatan saya pastikan tercatat rapi, bukan hanya untuk kegiatan kantor, namun juga untuk aktivitas utama di rumah.
Ada tugas utama yang saat ini harus bisa saya kuasai. Ilmu mengenai manajemen waktu dan emosi merupakan pekerjaan rumah agar saya bisa menyeimbangkan kedua “dunia” yang saat ini saya tekuni, yaitu sebagai ibu dan pekerja. Semoga Allah meridhoi tiap langkah ikhtiar untuk kebaikan keluarga kami. Aamiin.
0 comment(s):